Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Yusron Ihza Mahendra di Jakarta, Sabtu menilai, jika ada anggapan dari pihak Amerika Serikat (AS) telah terjadi ketidakadilan di Papua milik Indonesia, hal itu juga karena dipicu Amerika. "Bukankah kehadiran Freeport di Timika dan banyak investasi asing lainnya, termasuk oleh British Petroleum (BP) di Bintuni, telah banyak disorot orang asli Papua sebagai sumber ketidakadilan juga," kata politisi muda Partai Bulan Bintang (PBB) yang baru saja melangsungkan kunjungan kerja Komisi I ke sejumlah wilayah Papua. Ia mengatakan hal itu menanggapi surat dari 40 anggota Kongres Amerika Serikat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang isinya, antara lain, meminta kemastian pembebasan segera dan tanpa syarat atas dua separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM), Filep Karma dan Yusak Pakage. Surat dialamatkan kepada Presiden Yudhoyono dengan penulisan alamat "Dr H Susilo Bambang Yudhoyono, President of the Republic of Indonesia, Istana Merdeka, Jakarta 10110, Indonesia". Yusron mengemukakan, akibat adanya ketidakadilan dalam menikmati hasil sumber daya alam yang melimpah, maka ada upaya beberapa orang yang belum memahami situasi, terjebak pada gerakan-gerakan menentang Pemerintah Indonesia. Sebagaian dari gerakan-gerakan ini dianggap Yusron Ihza Mahendra sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan dianggap sebagai gerakan separatis, karena beberapa tindakan mereka menjurus kepada makar. "Untuk mengatasi OPM dan gerakan-gerakan separatis lainnya, tidak ada cara lain, selain melakukan pendekatan keadilan, tidak semata dengan `security approach`," katanya. Bagi adik kandung mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra ini, gaya "politik etis" dari anggota Kongres Amerika Serikat itu, sering bertolak belakang dengan ulah orang-orang mereka di luar negeri. "Mereka bersuara lantang tentang ketidakadilan, demokratisasi dan HAM, padahal sesungguhnya, justru ketidakadilan sering terjadi atas ulah orang-orang Barat sendiri, termasuk Amerika dan lain-lain, lewat kehadiran mesin-mesin kapitalismenya, seperti kasus Freeport dan BP (Inggeris) itu tadi di Tanah Papua," tegasnya. Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Andreas H Pareira menilai, manuver kalangan `Conggressman` itu akan menjadi ujian bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Artinya, apakah dia adalah Presiden RI yang mempunyai wibawa dan otoritas di republik ini atau SBY hanya sekedar `boneka` kepentingan asing, yang bisa ditekan dan diintervensi kepentingan asing," katanya. Sebaliknya, mantan Ketua Umum PB HMI yang kini menjadi salah satu Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menegaskan, Papua merupakan urusan dalam negeri Indonesia dan terkait dengan integrasi teritorial, nasional serta kedaulatan NKRI. "Karenanya, tidak pada tempatnya ada anggota parlemen negara lain ikut campur urusan dalam negeri negara lain," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008