Jakarta (ANTARA) - Politikus partai Golkar Zainuddin Amali mengaku tidak membicarakan soal perkara korupsi yang disebut-sebut terkait dengan dirinya pada 2014 lalu.

"Tidak ada sama sekali soal itu (perkara korupsi Akil Mochtar)," kata Amali di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Selasa.

Baca juga: Zainudin Amali bersama Presiden bahas peningkatan prestasi olah raga

Kasus pertama yang menyeret nama Amali ialah kasus suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah yang membuat Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dihukum penjara seumur hidup.

Melalui percakapan "blackberry messenger", Akil dan Amali diduga melakukan negosiasi soal pengurusan sengketa Pemilihan Gubernur Jawa Timur pada 2014. Ada permintaan uang Rp10 miliar dari Akil ketika itu pada 1-3 Oktober 2013

Amali mengakui adanya percakapan dengan Akil seusai diperiksa KPK pada 20 Januari 2014. Ia tidak membantah kabar bahwa Akil meminta Rp10 miliar untuk memenangkan pasangan calon Soekarwo-Syaifullah Yusuf.

Namun, Amali mengaku percakapan itu hanya gurauan. "Tidak ada negosiasi, (arahan itu) kayak kita lagi bercanda-bercanda gitu," kata Amali setelah diperiksa di KPK pada Januari 2014.

"Tidak ada klarifikasi soal Akil Mochtar," tambah Amali.

Baca juga: Sejumlah calon menteri pernah menjadi saksi di KPK

Ia pun mengaku diminta untuk menandatangani pakta integritas tidak terlibat kasus korupsi maupun melakukan rangkap jabatan.

"Iya teken pakta integritas, isinya kerja dengan baik akan menjalankan tugas sesuai undang-undang dan peraturan yang ada," ungkap Amali.

Amali mengaku diminta Presiden Jokowi untuk mengurus soal olahraga dan kepemudaan.

"Saya diminta memperhatikan pengembangan SDM kita terutama kreativitas-kreativitas anak muda kita dan juga bidang-bidang olahraga yang masih harus kita dorong untuk bisa berprestasi baik di tingkat internasional regional dan tentu pembinaan di dalam negeri harus juga lebih diperhatikan," jelas Amali.

Zainudin Amali, juga pernah terseret kasus korupsi di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Tersangka dalam kasus itu ialah Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno.

Pada hari ini, Presiden Jokowi sudah memanggil 22 orang untuk diajak berdiskusi untuk menjabat sebagai menteri di istana kepresidenan.

Mereka adalah:

1. Menteri Keuangan 2016-2019 Sri Mulyani
2. Gubernur Sulawesi Selatan 2008-2018 Syahrul Yasin Limpo
3. Menteri Sosial 2018-2019 Agus Gumiwang Kartasasmita
4. Anggota Komisi VI DPR PDI-Perjuangan Juliari Batubara
5. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014-2019 Siti Nurbaya
6. Plt Ketua Umum PPP Suharso Manoarfa
7. Menteri PUPR 2014-2019 Basuki Hadimuljono
8. Wakil Panglima TNI 1999-2000 Jenderal (Purn) Fachrul Razi
9. Kader Partai Kebangkitan Bangsa Ida Fauziah (anggota DPR-RI pada 1999-2018)
10. Mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bahlil Lahadalia
11. Anggota DPR 2014-2019 dari fraksi Partai Golkar Zainuddin Amali
12. Ketua DPRD Jatim periode 2014-2019 Abdul Halim Iskandar (PKB)
13. Menteri Hukum dan HAM 2014-2019 Yasonna Laoly
14. Menteri Perhubungan 2016-2019 Budi Karya Sumadi
15. Menteri Agraria dan Tata Ruang 2016-2019 Sofyan Djalil
16. Kepala Staf Kepresidenan 2017-2019 Moeldoko
17. Menteri Dalam Negeri 2014-2019 Tjahjo Kumolo
18. Kepala Bappenas 2016-2109 Bambang Brodjonegoro
19. Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate
20. Ketua Umum PB Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (Ikasi), Agus Suparmanto
21. Koordinator staf khusus Presiden Teten Masduki
22. Kepala RSPAD Gatot Soebroto, dokter Mayjen Terawan Agus Putranto

Sebelumnya pada Senin (21/10) juga telah hadir:

1. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD
2. CEO dan pendiri Gojek Nadiem Makarim
3. Komisaris Utama NET Mediatama Televisi Wishnutama,
4. pendiri Mahaka Group Erick Thohir,
5. Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian,
6. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto
7. Menteri Sekretaris Negara Pratikno
8. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto
9. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo
10. Fajrul Rachman
11. Nico Harjanto


 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019