Jakarta (ANTARA) - Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta menyatakan payung hukum dibutuhkan untuk menentukan besaran tarif sewa yang dikenakan bagi masyarakat untuk tinggal di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Pasar Rumput.

"Itu belum, masih dikaji oleh PD Pasar Jaya sebagai pengelola berapa tarifnya yang akan dikenakan. Karena ini kan beda bukan retribusi yah," kata Kepala Bidang Pembinaan, Penertiban, dan Peran serta Masyarakat DPRKP DKI Jakarta, Meli Budiastuti, di Jakarta, Selasa.

Meli menyebutkan bahwa jika pengelola adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ataupun Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), maka tarif tersebut tidak masuk dalam kategori retribusi, tetapi tarif layanan perumahan.

"Tentunya untuk mengenakan tarif itu harus ada payung hukumnya, inilah yang menjadi tugas kita mempercepat penerbitan payung hukum tadi yang bisa berupa Pergub, diatur mekanisme pemberian unit rumahnya, termasuk tarif layanan perumahan," ucap Meli.

Saat ini, lanjut dia, payung hukum tersebut sudah dikonsepkan dan masih dalam tahap pembahasan oleh biro hukum DKI, biro penataan kota dan lingkungan hidup (PKLH) dan PD Pasar Jaya selaku pengelola.

"Nanti semua biro diundang dalam pertemuan selanjutnya sebelum kami sampaikan pada jajaran pimpinan di Balai Kota DKI untuk disampaikan hasilnya," ucap Meli.

Kendati demikian, Meli menyatakan bahwa tidak ada kemungkinan pemberlakuan tarif cuma-cuma (gratis) meski mereka termasuk masyarakat terprogram relokasi karena bangunan rumahnya terdampak normalisasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung.

"Meski bangunan sendiri, kan memanfaatkan lahan pemerintah dan beberapa di antaranya sudah dimanfaatkan bahkan untuk kontrakan. Jadi kekhususan yang diberikan adalah hanya berupa tarif terprogram saja, sehingga berbeda dengan tarif umumnya," tutur Meli.

Sebelumnya, DPRKP DKI Jakarta menyatakan masyarakat yang terdampak normalisasi daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung akan mendapatkan keringanan tarif rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Pasar Rumput.

"Mekanisme tarif dan sasaran rusunawa itu memang untuk warga yang terkena dampak normalisasi dan itu sudah dijelaskan dalam nota PKS (Perjanjian Kerja Sama)," kata Meli Budiastuti, di Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, Meli mengatakan pihaknya saat ini masih melakukan kajian dan pembahasan konsep besaran tarif sewa di rusunawa tersebut yang melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai pembangun, dan PD Pasar Jaya yang merupakan pemilik lahan.

Meskipun Rusunawa Pasar Rumput tersebut telah diungkapkan oleh Meli, diutamakan bagi masyarakat yang terkena dampak normalisasi Ciliwung, namun masyarakat umum juga diperbolehkan untuk menyewa unit rusunawa dengan tarif yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat terprogram yang ditentukan.

Baca juga: Warga terdampak normalisasi diberi tarif murah Rusunawa Pasar Rumput

Baca juga: Pemprov DKI tunggu berita acara untuk penghunian Rusunawa Pasar Rumput

Baca juga: Kementerian PUPR tuntaskan pembangunan Rusunawa Pasar Rumput Manggarai


"Tapi saat ini masih dibahas komposisi masyarakat terprogram (terkena dampak normalisasi) dan yang umum yang dapat unit. Termasuk berapa tarifnya serta syarat-syarat calon penghuni rusunawa ini," katanya.

Rusunawa yang memiliki tinggi 25 lantai ini hingga Oktober 2019 ini memiliki kemajuan sampai 99 persen dan ditargetkan segera bisa dihuni oleh masyarakat tahun ini.

Namun, Pemprov DKI Jakarta masih menunggu syarat administrasi rampung yang salah satunya adalah Berita Acara Serah Terima (BAST) pengelolaan dari Kementerian PUPR untuk bisa melakukan penghunian di Rusunawa Pasar Rumput.

"Bangunan ini kan dana negara yang bangun Kementerian PUPR, walau tanahnya Pasar Jaya. Tentunya harus ada kelengkapan dokumen yang memenuhi syarat penghunian. Salah satunya adalah berita acara serah terima pengelolaan dari Kementerian PUPR ke pemprov DKI Jakarta. BAST itu harus ada dulu, baru bisa dilakukan penghunian," kata Meli.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019