Athena (ANTARA) - Pemerintah Siprus pada Rabu menyatakan pihaknya akan menyelidiki status kewarganegaraan keluarga perdana menteri Kamboja, seraya menambahkan, otoritas itu juga membuka peluang pihaknya akan mencabut paspor Uni Eropa milik para elit tersebut.

Penelusuran Reuters yang telah dipublikasikan pekan lalu mengungkap anggota keluarga dan sejawat Perdana Menteri Kamboja Hun Sen memiliki aset yang disimpan di luar negeri senilai puluhan juta dolar AS. Kekayaan itu, menurut penyelidikan Reuters, digunakan untuk membeli kewarganegaraan asing.

Padahal, Hun Sen sempat mengecam kewarganegaraan ganda sebagai perbuatan tidak patriot.

Juru bicara Pemerintah Siprus, Prodromos Prodromou mengatakan pihaknya akan meninjau kembali kewarganegaraan yang diberikan bagi delapan anggota keluarga dan sejawat Hun Sen.

"Penyelidikan terhadap kasus ini telah dimulai, dan jika sudah rampung, keputusan segera diambil, termasuk di antaranya kemungkinan mencabut status kewarganegaraan, apabila langkah itu dibutuhkan," kata Prodromou ke awak media setelah ia menghadiri rapat kabinet.

Pemerintah Siprus sejak 2013 mengesahkan aturan bahwa investor dapat membeli kewarganegaraan dengan syarat ia memiliki modal usaha minimal sebesar dua juta Euro atau setara dengan 2,2 juta dolar AS. Investor yang punya dana tersebut diperbolehkan membeli sebuah paspor dan akses bebas visa untuk perjalanan ke seluruh negara anggota Uni Eropa.

Delapan anggota keluarga dan sejawat Hun Sen yang diselidiki Reuters, di antaranya mencakup kepala kepolisian Kamboja, orang yang cukup aktif menangkap barisan oposisi, dan menteri keuangan. Dua orang itu mengajukan kewarganegaraan ke Pemerintah Siprus pada 2016 dan 2017.

Salah satu anggota keluarga Hun Sen mendapatkan kewarganegaraan dari Pemerintah Siprus karena dia dianggap "mandiri dalam urusan keuangan" dari ibunya. Status itu diberikan beberapa bulan setelah ia membeli sebuah apartemen di London senilai 5,5 juta Poundsterling.

Sejauh ini, Hun Sen menyangkal tuduhan oposisi bahwa keluarganya dan orang di lingkaran dalamnya memiliki status kewarganegaraan dari negara lain ataupun menjalani hidup mewah di luar negeri.

Temuan Reuters pun membuat partai oposisi di Siprus bereaksi. Mereka meminta agar pemerintah memberi penjelasan terhadap hasil penyelidikan tersebut. Para oposisi heran bagaimana pemerintah dapat memberi paspor ke "orang-orang yang kemungkinan tidak mengetahui letak Siprus di atas peta".

Pemerintah Siprus menolak mengomentari kasus tersebut, karena adanya aturan perlindungan data pribadi. Sejumlah media di sana pun mengutip keterangan narasumber yang mengatakan tidak ada pertanyaan mengenai pencabutan status kewarganegaraan.
Baca juga: Ini negara berpaspor terkuat
Dalam keterangannya pada Rabu, Prodmorou menyebut pemberitaan media itu merujuk pada istilah naturalisasi.

"Ini adalah naturalisasi yang diberikan berdasarkan aturan sebelum disahkannya regulasi baru yang lebih ketat," kata Prodmorou.

Dalam rentang lima tahun sejak aturan pengajuan status warga negara disahkan sampai 2018, pemerintah telah memberi kewarganegaraan untuk 1.864 orang. Apabila jumlah itu ditambah dengan anggota keluarga, total kewarganegaraan yang diberikan mencapai lebih dari 3.200 orang.

Komisi Uni Eropa melalui laporannya pada Januari menyebut skema "Paspor Emas" dapat menjadi celah organisasi kriminal masuk ke wilayah Eropa, sehingga meningkatkan risiko adanya pencucian uang, korupsi, dan penggelapan pajak.

Sumber: Reuters

Baca juga: Pemimpin Kamboja minta dunia tidak campuri politik Indochina
Baca juga: Biometri Cegah Kepemilikan Paspor Ganda


 

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019