Jakarta (ANTARA) - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam periode 2019-2024 ini akan berfokus dalam rangka membenahi pendidikan vokasi sebagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) nasional di berbagai daerah.

"Vokasi ini menjadi tujuan utama agar kualitasnya meningkat," kata Asisten Deputi Ketenagakerjaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Yulius dalam diskusi yang digelar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tentang "Merumuskan Hubungan Ketenagakerjaan di Era Digital" di Jakarta, Kamis.

Ia mengemukakan bahwa Kemenko Perekonomian telah diminta untuk mengoordinasi terhadap berbagai institusi terkait hal tersebut, serta road map atau peta jalan terkait hal itu hingga tahun 2025 juga sudah dibuat.

Baca juga: Menristekdikti katakan vokasi solusi kesejahteraan bangsa

Yulius memaparkan, permasalahan pertama terkait hal tersebut adalah terkait dengan kelembagaan atau kurikulum yang kerap tidak selaras antara apa yang diajarkan dengan apa yang diinginkan dunia kerja.

"Kurikulum pendidikan kita tidak matching hingga 50 persen apa yang diajarkan dengan yang diinginkan dunia usaha. Ini juga dilansir oleh milenial dalam berbagai diskusi bahwa kurikulumnya tidak cocok," katanya.

Selain itu, ujar dia, jumlah guru vokasi yang benar-benar memahami mengenai aspek penguasaan kepraktisan dinilai hanya sekitar 20-30 persen, serta sarana dan prasarananya juga dinilai ketinggalan hingga beberapa generasi.

Baca juga: RI - Singapura lanjutkan kerja sama bidang pendidikan vokasi

Terkait dengan berbagai persoalan seperti kurikulum yang tidak baik, guru yang jumlahnya kurang, hingga sarana yang tidak memadai, maka pemerintah juga telah mengeluarkan aturan insentif pajak kepada dunia usaha yang mau melakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan vokasi.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan menyebutkan industri yang memberikan pendidikan vokasi dapat mengurangi pajak penghasilan bruto secara mandiri dalam pelaporan surat pemberitahuan (SPT) sebagai bagian insentif pengurangan pajak atau super deductible tax tanpa melalui proses pengajuan.

"Itu 'kan tanpa perlu apply (pengajuan), kan ada kriterianya. Kalau perusahaan menganggarkan dana untuk vokasi, tinggal kurangkan dua kali, jadi self assessment saja," katanya ketika ditemui dalam Trade Expo Indonesia di Tangerang, Banten, Rabu (16/10).

Menurut dia, wajib pajak badan yang memanfaatkan insentif pengurangan pajak penghasilan bruto di atas 100 persen itu tidak memerlukan izin khusus. Fasilitas itu diberikan untuk memudahkan wajib pajak badan yang sudah berkontribusi dalam pengembangan sumber daya manusia khusus bagi pekerja.

Sebelumnya, pemberian insentif itu ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.

Penerbitan PP yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 itu dilakukan untuk mendorong investasi pada industri padat karya, mendukung program penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja Indonesia.

Dalam peraturan itu, Wajib Pajak Badan dalam negeri yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja, pemagangan, atau pembelajaran dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan.

Kompetensi yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui program praktik kerja, pemagangan, atau pembelajaran yang strategis untuk mencapai efektivitas dan efisiensi tenaga kerja sebagai bagian dari investasi SDM.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019