Jakarta (ANTARA) - Pakar Transportasi Institut Teknologi Bandung  (ITB) Sony Sulaksono Wibowo menilai persoalan tol laut masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan.

Sony kepada Antara di Jakarta, Kamis menjelaskan perlu adanya konsep yang jelas dengan terminologi yang tepat dengan parameter serta indikator-indikatornya agar sektor terkait lain, baik di lingkungan/ lembaga terkait, dan pemerintah daerah dapat mensinergikan program-program terkait dengan tol laut.

“Saat ini istilah tol laut identik dengan ‘port to port connection’ yang memang masuk dalam lingkup tanggung jawab Kemenhub. Namun, ini kurang tepat karena ‘delivery’ barang tidak berasal dan berakhir di ‘port’ (pelabuhan). Transportasi harus bicara utuh dari ‘door to door’ dari ‘factory to retail’ dan seterusnya,” katanya.

Baca juga: Kemenhub klaim tol laut berhasil tingkatkan konektivitas

Ia menambahkan transportasi harus memperhatikan aspek aksesibilitas dan bagaimana konsep integrase aksesibilitas dan “port to port” (dari pelabuhan ke pelabuhan) disusun sedemikian rupa, sehingga urutannya (chain) jelasyang kemudian diterjemahkan ke dalam lingkung dan tanggung jawab sektor terkait.

“Isu ini penting karena pengalaman lima tahun sebelumnya, khususnya daerah, melihat tol laut hanya masalah bangun pelabuhan dan tidak sampai pada ‘delivery’-nya,” katanya.

Menurut dia, pembahasan tol laut dan tol udara tidak bisa dipisahkan dari isu akses, sistem distribusi barang dan jaringan jalan dan sistem pengangkutan yang saat ini gencar dilakukan penataan atas pelanggaran kelebihan muatan dan kelebihan dimensi (ODOL).

Baca juga: Optimalkan peran tol laut, Kemenhub jajaki gandeng e-commerce

“Tol laut dan tol udara sebenarnya bisa menjadi pintu masuk penataan sistem logistik nasional, sistem jaringan transportasi dan lainnya,” katanya.

Kelancaran distribusi logistik dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur transportasi dan inerja infrastruktur logistik masih rendah.

Menurut World Bank (2018), posisi Indonesia pada Logistik Performance Index (LPI) di urutan ke 54. Sementara peringkat Malaysia urutan ke 40, Thailand 41, Vietnam 47 dan Filipina 67. Biaya logistik masih tinggi (presentase terhadap PDB).

Untuk Indonesia masih 24 persen, sementara Singapura delapan persen, Malaysia 13 persen, China 15 pesen, Jepang sembilan persen, Korea Selatan sembilan persen, India 13 persen, Eropa sembilan persen dan Amerika Serikat delapan persen.

Angkutan barang masih mendominasi menggunakan prasarana jalan, yakni sebesar 75,3 persen. Sementara barang yang diangkut melalui jalan rel 0,25 persen, laut 24,2 persen dan udara 1,1 persen.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019