Pekanbaru (ANTARA) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung berharap dua menteri dalam kabinet Indonesia Maju bisa menyelesaikan persoalan klasik penetapan kawasan hutan yang masih menjadi momok petani kelapa sawit.

Gulat kepada wartawan di Pekanbaru, Jumat, mengatakan dua menteri yang bersentuhan dengan petani kelapa sawit Indonesia itu adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya serta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

"Sekarang kita sudah punya Menteri Pertanian yang baru, Syahrul Yasin Limpo, mantan Gubernur Sulawesi Selatan yang saya pikir pernah juga berhadapan dengan persoalan kawasan hutan ini," katanya.

Apkasindo berharap Menteri Pertanian berani dan tegas membela petani sawit yang diklaim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berada dalam kawasan hutan.

Begitu juga dengan Menteri LHK, Siti Nurbaya yang kembali dipercaya oleh Presiden Joko Widodo untuk mengisi kabinetnya. Dengan sosok lama ini, Gulat berharap Siti bisa melanjutkan penuntasan persoalan petani kelapa sawit pada klaim kawasan hutan.

Baca juga: Program Peremajaan Sawit Rakyat jauh dari target, sebut Apkasindo

"Pada periode lalu kami sudah banyak berdiskusi dan memberikan masukan kepada beliau tentang apa yang dirasakan oleh petani kami," ujar Gulat.

Selama ini, kata Gulat, petani kelapa sawit sama sekali tidak tahu menahu tentang apa itu kawasan hutan. Selain tidak pernah mendapat sosialisasi, klaim kawasan hutan ini belakangan baru muncul persis saat tanaman petani kelapa sawit sudah menghasilkan.

"Kami berusaha dengan modal sendiri, mandiri. Mulai dari membeli tanah hingga menggarap dan sampai menghasilkan seperti sekarang, kami 'jabani' sendiri. Dengan begitu, praktis kami nyaris tidak pernah merepotkan pemerintah. Kalaupun sekarang sawit menjadi sumber devisa terbesar negeri ini, 45 persennya andil petani," kata Gulat.

Padahal secara Sustainable Development Goals (SDGs) yang disyaratkan oleh PBB untuk kriteria industri, hanya sawit yang memenuhi 17 kriteria SDGs itu. "Haruskah kita menutup mata tentang ini?," tanya pria berkepala plontos itu.

Baca juga: Petani dan pengusaha kerja sama lawan kampanye negatif sawit

Tapi dengan andil seperti itu kata Gulat, petani sawit malah semakin dipersalahkan. Belum lagi, dia mengatakan ada oknum-oknum menakut-nakuti dan 'memalak' petani lantaran klaim kawasan hutan itu. "Jujur, sejak santernya klaim kawasan hutan itu, kami petani sawit jadi bulan-bulanan," keluh Gulat.

Sementara di sisi lain, gelombang tekanan asing terhadap Indonesia semakin hari semakin membesar. Sawit dituding perusak hutan dan tidak ramah lingkungan.

Tudingan ini kata Gulat bukan disebabkan petani, tapi justru lantaran selama ini ada yang salah pada klaim kawasan hutan. Kesalahan ini bukannya diperbaiki, tapi malah dibungkus seolah-olah tidak ada masalah. Sejumlah oknum Non Government Organization (NGO) digandeng pula untuk ikut menutupi kesalahan itu.

Gulat tidak menampik, sejumlah solusi lewat regulasi sudah disodorkan oleh pemerintah terkait klaim kawasan hutan tadi. Tapi bagi Gulat, solusi itu justru sangat merugikan petani. Belum lagi solusi itu kini banyak disalah gunakan oknum untuk jadi bancakan di lapangan.

Lantaran itu kata Gulat, kementerian terkait segeralah menyelesaikan persoalan ini. Bukan malah petani yang memohon-mohon. Sebab seharusnya kementerian itu melayani, bukan dilayani.

"Presiden sudah menegaskan bahwa kepentingan masyarakat menjadi yang utama. Di saat sekaranglah petani butuh," kata Gulat.

Baca juga: PTPN V gandeng APKASINDO akselerasi peremajaan sawit rakyat

 

Pewarta: Anggi Romadhoni
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019