Jakarta (ANTARA) - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyoroti penggunaan dialek Jakarta dalam program hiburan di televisi (TV) dan radio agar dianggap kekinian tanpa mengakomodasi budaya atau bahasa lain.

"TV dan radio menggunakan gaya penuturan 'lo-gue', seolah tanpa itu maka dianggap kurang kekinian dan kurang metropolis," kata Wakil Ketua KPI Mulyo Hadi Purnomo dalam Forum Diskusi Media Massa yang digelar dari 23-25 Oktober dalam rangka memperingati Bulan Bahasa di Jakarta, Jumat.
Baca juga: KPI berharap RUU Penyiaran disahkan pascapelantikan Presiden

Ia mengatakan saat ini banyak presenter program televisi menyuarakan "Jakarta style" dan kurang mengakomodasi budaya atau bahasa lain. Padahal, ada banyak budaya yang bisa dilihat dari keragaman dialek.

Dalam kaitan dengan program berita, KPI juga masih melihat penggunaan diksi yang berkonotasi bombastis.

Sementara itu, pada program variety show, kata-kata yang berasosiasi dengan kecabulan juga terkadang muncul Oleh karena itu, ia mengimbau lembaga penyiaran baik radio ataupun televisi untuk memperbaiki beberapa hal yang menjadi catatan KPI tersebut.
Baca juga: Dialek Jakarta "Ngge Ade Matinye"
Baca juga: Segera Hadir Kamus Dialek Jakarta


Kemudian dalam sebuah demonstrasi, reportase lapangan, katanya, sebaiknya tidak terlalu bombastis dengan memilih diksi yang netral dan akurat sesuai dengan fakta yang ada.

"Tidak terlalu bombastis. Misalnya kata penganiayaan bisa diganti kekerasan. Kemudian penggunaan kata mencekam, sementara aksi pengurasakan terjadi tanpa ancaman terhadap nyawa orang," katanya.

Untuk hal itu, Purnomo berharap kepada lembaga penyiaran untuk tidak menggeneralisasi fakta seolah terjadi secara luas.
Baca juga: KPI: Empat kategori siaran TV belum penuhi standar kualitas

Pewarta: Katriana
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019