Jakarta (ANTARA) - Pusat-pusat kajian dan perguruan tinggi di dalam negeri tak terkecuali instansi pemerintah yang terkait telah dan masih akan menyelenggarakan seminar dan diskusi untuk membahas konsep Indo-Pasifik yang ditinjau dari berbagai sudut pandang.

Pembahasan konsep itu dapat dikatakan menarik perhatian dan kajian lebih mendalam karena melibatkan negara-negara di kawasan  termasuk Indonesia dan ASEAN di dalamnya.

Global Future Institute (GFI) misalnya baru-baru ini menyelenggarakan seminar terbatas yang membahas isu tersebut dengan narasumber antara lain dari Kementerian Pertahanan, Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas), dan praktisi media. Sejumlah peserta sebagai pemerhati politik, ekonomi, sosial dan budaya terlibat dalam seminar GFI yang banyak menyoroti isu-isu geopolitik.

Fokus pembahasan sesuai dengan tema “Telaah Strategis dan Kritis tentang Konsepsi Indo-Pasifik di Tengah Semakin Menajamnya Persaingan Global AS versus China (Perspektif Politik Luar Negeri RI Bebas-Aktif)”

“Indo-Pasifik tidak boleh dipandang sebagai business as usual. Negara-negara anggota ASEAN khususnya Indonesia sebaiknya tidak larut dalam kompetisi global dan mulai menggunakan kerangka kerja sama ini menjadi sesuatu yang lebih konkrit dan dapat diaktualisasikan,” kata Hendrajit, Direktur Eksekutif GFI, yang memandu seminar tersebut.

Konsep Indo-Pasifik versi AS yang bernama “The Indo-Pacific Strategy Report” yang dirilis oleh Presiden Donald Trump pada 2017, pada hakekatnya   dibuat berdasarkan kepentingan negara-negara adikuasa. Dalam hal ini, AS dan sekutu-sekutunya, sebagai pesaing China, agar tetap bisa mempertahankan hegemoninya di kawasan Asia Pasifik.

Dengan demikian, terminologi Indo-Pasifik yang seakan-akan dimaksudkan untuk menggantikan penyebutan Asia-Pasifik yang selama ini lazim digunakan, mencerminkan semakin menajamnya persaingan global antara AS versus China di kawasan Asia-Pasifik.

Menyadari kenyataan tersebut, maka konsep Indo-Pasifik bukan sebatas upaya negara-negara adikuasa untuk menguasai Asia-Pasifik sebagai ruang hidup baru, melainkan juga berpotensi besar untuk menyeret negara-negara berkembang di kawasan itu, termasuk Indonesia, masuk dalam orbit pengaruh negara-negara adikuasa yang berkepentingan terhadap konsep Indo-Pasifik yaitu AS, Australia, Jepang dan India.

Konsep Indo-Pasifik yang merujuk pada “The Indo-Pacific Strategy Report” versi AS bertumpu pada dua doktrin Pertahanan-Keamanan Pentagon (The National Security Strategy dan the National Defense Strategy), yang ditujukan untuk membendung pengaruh China dengan “Belt Road Initiatives” di Asia Pasifik. Maka konsep Indo-Pasifik versi AS tersebut pada perkembangan akan diperluas lingkupnya untuk melayani kepentingan militer AS di kawasan tersebut.

Hal itu bisa dilihat dari perubahan nomenklatur dari USPASCOM menjadi INDOPASCOM. Selain itu, seiring dengan dicanangkannya konsep Indo-Pasifik, kemudian dibentuk pakta pertahanan empat negara (Quad) yang melibatkan AS, Australia, Jepang dan India.

Atas dasar pandangan tersebut, baik para narasumber maupun peserta aktif seminar bersepakat untuk mewaspadai kemungkinan pemerintah AS mencoba memengaruhi perumusan akhir dari “The ASEAN Outlook on Indo-Pacific”.

Celah pendekatan normatif

Kementerian Luar Negeri, khususnya Direktorat Kerja Sama ASEAN,  diharapkan lebih waspada untuk mengawal secara ketat kemungkinan Departemen Luar Negeri maupun Departemen Pertahanan AS menggunakan celah pendekatan normatif yang menekankan pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional, untuk memasukkan rumusan-rumusan dan klausul-klausulnya, melalui dokumen-dokumen ASEAN yang akan dirilis terkait Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik.

Adapun sisi rawan, sehingga perlu diwaspadai, dari “The Indo-Pacific Strategy Report” yang dirilis Dephan AS itu, materi yang ada di dalamnya penuh kontradiksi. Pada satu sisi, menegaskan pentingnya “free and open Indo-Pacific” yang diberlakukan bagi semua negara, namun pada saat yang sama menyingkirkan China, Rusia, dan Korea Utara dari skema kerja sama Indo-Pasifik, dengan mencanangkan Rusia dan China sebagai musuh utama dan kekuatan revisionis untuk mengubah status quo global.

Dengan kata lain, sisi rawan dari “The Indo-Pacific Strategy Report” adalah, bahwa secara konseptual di dalam dirinya sejak awal terkandung maksud untuk menghadapi dan membendung pengaruh negara-negara adikuasa lainnya sehingga “The Indo-Pacific Strategy Report” versi AS tersebut, pada perkembangannya dimaksudkan untuk menyandera negara-negara di kawasan Asia Pasifik ke dalam konflik global AS versus China.

Melalui strategi tersebut, tergambar tujuan strategis AS adalah menggalang negara-negara sekutu maupun negara mitra, sekaligus menambah keikutsertaan negara-negara baru sebagai sekutu atau mitra AS. Untuk kemudian membentuk jejaring kekuatan membendung pengaruh Cina, Rusia dan Korea Utara.

Rules-based order

Dalam konstelasi yang seperti itu, negara-negara di kawasan Asia-Pasifik, termasuk Indonesia dan negara-negara yang tergabung dalam Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), memandang konsep Indo-Pasifik versi AS tersebut akan menciptakan instabilitas politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik, dan Asia Tenggara pada umumnya, terutama semakin meningkatnya eskalasi kehadiran personil militer AS, dengan dikerahkannya hampir 60 persen kapal-kapal perangnya di perairan Laut China Selatan.

Dengan demikian yang harus diwaspadai adalah kemungkinan AS menerapkan strategi “rules-based order”, yaitu mengondisikan terciptanya suatu celah agar AS dan sekutu-sekutu strategisnya dapat menentukan aturan main bagi kepentingan negara-negara besar. Seraya mengorbankan kepentingan-kepentingan negara-negara satelitnya di Asia Pasifik termasuk negara-negara ASEAN, dan Indonesia pada khususnya.

Kementerian Luar Negeri, terutama Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN, kiranya perlu mewaspadai manuver pemerintah AS yang mencoba mencari celah melalui pendekatan normatif yang tercantum dalam “The ASEAN Outlook on Indo-Pacific”, dengan mengajukan skema Indo-Pasifik menurut versinya sendiri yang berbasis “rules-based order”.

Kepala Bidang Amerika, Eropa dan Afrika, Kementerian Pertahanan RI, Samsul Bahri mengatakan bahwa Indonesia memiliki nilai tawar yang cukup besar dalam strategi geopolitik Indo-Pasifik.

“Dalam ASEAN Outlook on Indo-Pacific, bidang maritim jadi salah satu sektor kerja sama terbesar. Indonesia dapat bergerak pada ruang itu,” kata Samsul Bahri.

Agar negara-negara di kawasan Asia-Pasifik dan Asia Tenggara termasuk Indonesia, bebas dari penyanderaan konflik global AS versus China, ASEAN yang bersatu dan mandiri, harus jadi landasan mengimbangi dua konsep yang saling bertarung di kawasan ini, yaitu Indo-Pacific Concept dan Belt Road Initiatives (BRI).

Direktur Pengkajian Ideologi dan Politik Lemhannas RI Berlian Helmy mengatakan bahwa Indonesia dapat menempati posisi sebagai penyeimbang pada kerangka kerja sama Indo-Pasifik.

“Indonesia dapat memainkan peran sebagai balancer karena kita tahu Indo-Pasifik merupakan reaksi Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya terhadap China melalui BRI,” katanya. “Indonesia dapat menjual ideologi-ideologi non diskriminatif dan inklusif dalam membangun kerja sama.”

Selain itu, Indonesia sebagai penganut azas politik luar negeri RI yang bebas dan aktif, sudah saatnya memainkan peran kepeloporan, yaitu membangun aliansi baru guna menangkal baik pengaruh AS maupun China di Asia Pasifik.

Misalnya dengan merevitalisasi kembali kerja sama Asia-Afrika yang lebih paripurna, dengan memperluas lingkup konsep Indo-Pasifik menjadi “Asia Africa Indo Pacific Concept”.

Keuntungan dari terbentuknya “Asia Africa Indo-Pacific Concept”, Indonesia bisa memprakarsai aliansi progresif seperti di era pemerintahan Sukarno dulu bahwa aliansi antarnegara berkembang berpotensi mengimbangi kekuatan negara-negara semisal AS dan China.

“Kita bisa merangkul India masuk ke dalam aliansi dan mungkin juga menarik China berkat pertimbangan historis. Dengan kata lain Asia Africa Indo Pacific Concept bisa menarik lawan menjadi kawan,” kata Hendrajit.

Baca juga: Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik berfokus sinergi, bukan rivalitas
Baca juga: ASEAN perlu lakukan terobosan untuk laksanakan Pandangan Indo-Pasifik
Baca juga: Kawasan perlu pertimbangkan posisi AS-China di tengah perang dagang


Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019