Ambon (ANTARA) - Organisasi kemasyarakatan (ormas) Perkumpulan Masyarakat Kepulauan Babar (Pemaskebar) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bersikap adil tentang penetapan hak partisipasi (participating interest/PI) 10 persen dalam pengelolaan Ladang Gas Alam Abadi Blok Masela di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT).

"Presiden Jokowi harus adil memutuskan bahwa PI 10 persen Blok Masela adalah milik Provinsi Maluku, karena merupakan daerah penghasil," kata Ketua Umum Pemaskebar, Bob Mose, di Ambon, Minggu.

Pernyataan Bob Mose itu disampaikan menanggapi pernyataan Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat, yang disiarkan sejumlah media bahwa daerahnya akan mendapat keuntungan sebanyak lima persen dari pengembangan gas bumi Blok Masela yang akan beroperasi pada tahun 2025.

Menurutnya, sebagai daerah penghasil, Maluku memiliki hak penuh untuk memperoleh hak partisipasi 10 persen dan hal itu telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri ESDM No.37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10 persen pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.

Kendati negara memiliki hak untuk menguasai dan mengelolanya untuk kemakmuran rakyat seperti tercantum dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3), namun menurut Bob, Presiden sebagai Kepala Negara harus lebih bijaksana dan hati-hati dalam mengambil keputusan sehingga tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.

"Maluku mendapatkan hak partisipasi secara mutlak dalam pengelolaan Blok Masela, karena sumber daya alam tersebut maupun lokasi pengeboran gas alam tersebut berada di wilayah Maluku," katanya

Selaku warga Kepulauan Babar--di dalamnya terdapat Pulau Masela yang menjadi sumber utama ladang gas tersebut--, kabupaten Maluku Barat Daya dan KKT harus mendapat perhatian dan prioritas utama dari pemerintah Pusat.

"Artinya sumber daya alam melimpah ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menyejahterakan masyarakat terutama di KKT sebagai lokasi pengelolaan, serta MBD sebagai wilayah terdampak utama dan merupakan pecahan dari Kabupaten Kepulauan Tanimbar," katanya.

Bob yang juga dosen Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon meminta Presiden untuk membicarakan hak partisipasi 10 persen Blok Masela secara terbuka dan transparan bersama Pemprov Maluku maupun kabupaten/kota terdampak, sehingga tidak menimbulkan reaksi negatif di kalangan masyarakat.

Apalagi tambahnya, Maluku sebagai salah satu dari delapan provinsi pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), saat ini berada pada peringkat ke-empat provinsi termiskin di Indonesia, sehingga sudah selayaknya mendapat perhatian serius dari pemerintah.

"Rasanya tidak adil jika sebagai salah satu pendiri negara ini, kehidupan masyarakatnya malah berada di bawah garis kemiskinan. Ini menjadi tanggung jawab negara untuk menyelesaikannya," tandasnya.

Dia menandaskan, dengan memperoleh hak mutlak dalam hak partisipasi di Blok Masela, maka dana puluhan triliun yang akan diperoleh dapat bermanfaat untuk mengatasi masalah kemiskinan di Maluku.

"Selama ini Maluku sudah memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan dan pendapatan negara, terutama dari sektor kelautan dan perikanan. Karena itu untuk Blok Masela Maluku harus mendapatkan keuntungan besar dan masyarakatnya harus sejahtera," katanya.

Dia berharap pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dan Wapres Ma'aruf Amin, tidak hanya memberikan pengakuan secara politis bahwa pemerintah memperhatikan kemajuan pembangunan di Maluku, tetapi harus diikuti dengan alokasi anggaran yang signifikan, sehingga pembangunan daerah dengan karakteristik kepulauan tersebut dapat segera ditingkatkan.

"Jadi sekali lagi kami minta bapak Presiden lebih arif dan bijaksana dalam menentukan hak partisipasi pada Ladang Gas Blok Masela sehingga tidak menimbulkan bias dan kekecewaan di masyarakat," tandasnya.

Baca juga: Pengamat sambut gembira NTT dapat 5 persen dari Blok Masela

Baca juga: Gubernur Viktor: NTT dapat 5 persen dari Blok Masela pada 2025

Baca juga: Blok migas Masela bisa beroperasi 2025

Baca juga: Untuk pengembangan Blok Masela, warga Maluku tak boleh jadi penonton

Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019