London (ANTARA News) - Indonesia, dalam pertemuan ahli senjata biologi dunia, menekankan pentingnya penguatan keamanan dalam penanganan bahan-bahan biologi (biosafety and biosecurity) untuk mencegah dampak berbahaya dari kesalahan yang disengaja maupun akibat kecelakaan. Penekanan Indonesia untuk Konvensi Senjata Biologi (Biological Weapons Convention/BWC) itu disampaikan oleh Delegasi Indonesia dalam Pertemuan Ahli Konvensi Senjata Biologi yang digelar 18 hingga 22 Agustus ini di Jenewa. Sekretaris Kedua PTRI Jenewa Yasmi Adriansyah kepada koresponden Antara London mengatakan, penyelenggaraan pertemuan ahli ini merupakan hasil dari kesepakatan pertemuan peninjauan ulang BWC 2006 dan diikuti berbagai ahli, peneliti, dan wakil industri dari berbagai negara. Delegasi Indonesia yang diperkuat wakil dari Eijkman Institute, Dr. Herawati Sudoyo, dan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof Sangkot Marzuki, berharap keikutsertaan para ahli tersbut dapat memberikan masukan serta meningkatkan pemahaman terhadap BWC. Menurut delegasi RI, dunia telah mengalami kemajuan teknologi dan penelitian yang luar biasa di bidang biologi sehingga membuka peluang sekaligus menimbulkan tantangan, tidak hanya bagi peneliti dan praktisi laboratorium tetapi juga bagi lingkungan dan masyarakat. Indonesia menggarisbawahi pula pentingnya faktor manusia khususnya peneliti dan akademia dalam meningkatkan keamanan penanganan bahan-bahan biologi. Yasmi Adriansyah mengatakan menurut delegasi Indonesia, sebagai aktor utama, peneliti selain dituntut untuk menghasilkan penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat sekaligus juga memastikan hasil penelitiannya tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam BWC. Pembentukan kode etik atau code of conduct dapat menjadi salah satu alat untuk menjadi acuan bagi peneliti dalam melakukan kegiatannya. Namun harus dapat memperkuat BWC, tidak menghambat penelitian, dan mempertimbangkan kebutuhan serta karakteristik lokal. Namun demikian penguatan BWC tidak dapat dilakukan oleh kalangan peneliti sendirian namun juga membutuhkan kerja sama dengan pemangku kepentingan lain termasuk pejabat penegak hukum dan industri, ujarnya. Mengingat perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh negara-negara pihak pada BWC, maka Indonesia menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam rangka memperkokoh pelaksanaan BWC serta memfasilitasi pembangunan sosial ekonomi. Indonesia mempelopori berbagai kerja sama dan pertemuan regional, termasuk penyelenggaraan Regional Seminar for South East Asia in Promoting and Implementing Biosafety and Biosecurity di Jakarta Juni lalu bekerjasama dengan Pemerintah Norwegia dan BWC Implementation Support Unit. Selain menyampaikan pernyatan dan pemaparan mengenai pengalaman Indonesia dalam bidang biosafety dan biosecurity, delegasi Indonesia bersama Norwegia menyampaikan hasil seminar dan kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan regional di Jakarta Juni yang lalu sebagai Working Document pertemuan tahun ini. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008