New Delhi (ANTARA) - Sekelompok anggota dewan parlemen Uni Eropa (EU) akan menjadi delegasi asing pertama yang mengunjungi Kashmir, Selasa, sejak status khusus negara bagian bermayoritas Muslim itu dicabut, kata pejabat pemerintah India.

Pemerintah India di bawah kendali Perdana Menteri Narendra Modi mencabut otonomi Kashmir pada Agustus, dan pihaknya turut menangkap banyak oposisi untuk mencegah unjuk rasa. Sejak kejadian itu, pemerintah menyampaikan situasi di Kashmir kembali normal.

Ratusan orang dikabarkan dibebaskan dari tahanan, dan jalur komunikasi telah dibuka.

Walaupun demikian, koneksi internet masih diputus karena pemerintah khawatir dunia maya menjadi wadah rakyat mengorganisir demonstrasi yang dapat berujung ricuh sebagaimana kejadian beberapa waktu lalu di Kashmir.

Pakistan, negara yang juga mengklaim wilayah Kashmir, mengecam pencabutan otonomi khusus wilayah itu.

Pemerintah Pakistan mengingatkan bahwa langkah India itu dapat mendorong gerakan garis keras di berbagai wilayah dunia.

Konflik perebutan wilayah Kashmir telah memperkeruh hubungan India dan Pakistan, dua negara pemilik senjata nuklir.

Bahkan, tiga perang telah dilalui dua negara akibat perebutan wilayah di Kashmir.

Delegasi EU yang terdiri dari 27 anggota dewan dari 11 negara akan bertemu dengan sejumlah pejabat pemerintah serta warga setempat guna mengetahui situasi terkini di Kashmir, kata pejabat pemerintah India.

Sejak Agustus, delegasi EU akan menjadi kelompok asing pertama yang diizinkan mengunjungi Kashmir.
Baca juga: India batasi akses di Kashmir setelah PM Pakistan berpidato di PBB

Di sisi lain, anggota Kongres AS pada bulan ini menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap terbatasnya akses untuk para diplomat dan media asing di Kashmir.

Anggota parlemen EU pada Senin telah menemui PM Modi. Dalam pertemuan itu, sebagaimana dikutip otoritas terkait, Modi mengatakan kunjungan ke Kashmir akan memberi pandangan jelas mengenai program prioritas pemerintah membangun negara bagian itu. 

Pencabutan otonomi di Kashmir merupakan langkah politik terbesar PM Modi sejak pemberontakan bersenjata pecah di wilayah itu pada 1989. Ia mengatakan larangan membeli properti untuk warga pendatang menjadi hambatan pembangunan di Kashmir.

Konflik di lembah Kashmir menyebabkan pembangunan di wilayah tetangga seperti Jammu yang dihuni mayoritas penganut Hindu, dan Ladakh dengan mayoritas penduduk Buddha, terhambat.
Baca juga: India, Pakistan teken perjanjian izin ziarah ke kuil Sikh
​​​​​​​

"Kunjungan ke Jammu dan Kashmir bertujuanmembantu mereka memiliki pemahaman lebih baik mengenai keragaman budaya dan agama di Jammu, Kashmir, dan Ladakh," kata PM Modi.

Seorang pejabat pemerintah India mengatakan kunjungan anggota parlemen EU akan membuka pintu bagi delegasi asing lain untuk mendatangi Kashmir.
India saat ini berupaya mengimbangi Pakistan dalam menghimpun dukungan soal Kashmir di tingkat internasional. Islamabad menuduh New Delhi bertanggung jawab terhadap genosida yang diduga terjadi di Kashmir.

Mantan Kepala Negara Bagian Jammu dan Kashmir, Mehbooba Mufti, salah satu tahanan politik yang dipenjara sejak Agustus, berharap delegasi EU akan mendapat akses bebas selama berkunjung ke wilayah tersebut.

"Saya harap mereka dapat kesempatan berbicara dengan rakyat, media lokal, dokter, dan tokoh masyarakat. Tirai besi yang menutup Kashmir dari dunia harus segera diangkat," kata Mufti dalam unggahan di media sosial Twitter.

Sumber: Reuters
Baca juga: Pakistan peringatkan soal "genosida" di Kashmir

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019