KPA Sulteng menilai tidak ada kejelasan nasib korban terkait hak atas tanah menandakan belum ada upaya yang serius dan bersungguh - sungguh dari pemerintah untuk menyelesaikan konflik agraria
Palu (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah,diminta Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulawesi Tengah menyikapi dan menindaklanjuti kebutuhan terkait pemenuhan hak-hak korban penggusuran paksa di Tanjung Sari Kelurahan Keraton, Kecamatan Luwuk.

"Dua tahun sejak dieksekusi warga korban penggusuran Tanjung Sari, Kecamatan Luwuk , Kabupaten Banggai sampai saat ini belum mendapatkan titik terang keadilan pengakuan hak atas tanah," kata Koordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulawesi Tengah, Noval A Saputra, Selasa, di Palu..

Ia mengatakan KPA Sulteng menilai tidak ada kejelasan nasib korban terkait hak atas tanah menandakan belum ada upaya yang serius dan bersungguh - sungguh dari pemerintah untuk menyelesaikan konflik agraria, yang disebabkan oleh kebijakan dan praktik-praktik pembangunan.

Sejatinya, menurut dia, untuk membuktikan negara hadir ketika rakyat membutuhkan, harus ditunjukkan oleh pemerintah daerah Banggai secara progresif dan responsif dalam memberikan pemenuhan hak-hak rakyat Tanjung yang sejauh ini belum terpenuhi sejak eksekusi penggusran bulan Mei 2017.

"Warga Tanjung Sari korban penggusuran paksa bersama Front mahasiswa dan KPA melakukan aksi di kantor Bupati Banggai, guna mendesak Pemkab Banggai untuk segera mengeluarkan SK pengakuan hak masyarakat korban penggusuran, serta bantuan perumahan layak huni bagi warga yang tergusur. Namun, hingga kini belum ada tindaklanjut dari pemda dari tuntutan saat aksi tersebut," katanya.

Peristiwa penggusuran yang berlangsung selama dua kali, yakni Mei 2017 dan 19 Maret 2018, telah menelan dua korban jiwa. Penggusura itu juga berdampak pada penelantaran warga Tanjung Sari, karena kehilangan tempat tinggal dan pekerjaannya.

"Hal ini sangat tidak berdasarkan pertimbangan, penafsiran, dan keputusan hukum yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hukum Negara Republik Indonesia dan prinsip dasar Hak Asasi Manusia (HAM)," katanya.

Penggusuran atau eksekusi permukiman dan bangunan milik warga itu dilakukan oleh Pengadilan Negeri Banggai di Luwuk atas putusan Mahkamah Agung Nomor 2357 K/Pdt./1997 perkara kasasi perdata antara Hadin Lamusu melawan Husen Taferokila.

Atas dasar itu, kurang lebih 248 rumah dan bangunan lainnya yang berdiri di atas lahan kurang lebih seluas enam hektare digusur secara paksa. Akibatnya 1.411 dari 400 lebih kepala keluarga terlantar sejak tahun 2017.

Hingga kini korban penggusuran paksa itu, tidak lagi memiliki tempat tinggal dan kehilangan lapangan pekerjaan. Pemerintah perlu mencarikan solusi bagi korban tersebut.
Korban penggusuran paksa Tanjung Sari Kelurahan Keraton, Kecamatan Luwuk, mendatangi Kantor DPRD Banggai, mereka bermalam di kantor para elite politik Banggai tersebut, mendesak kejelasan pemenuhan hak atas tanah. (FOTO ANTARA/Muhammad Hajiji)

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019