Banyak perusahaan memiliki target untuk menggunakan sumber listrik dari energi terbarukan dalam kegiatan operasional dan rantai pasoknya
Jakarta (ANTARA) - Clean Energy Investment Accelerator (CEIA) Indonesia memperkenalkan dua dokumen awal Ikhtisar Kebijakan dan Peta Jalan Perusahaan sebagai pedoman untuk pengadaan energi terbarukan dalam kegiatan operasional dan rantai pasoknya.

Perwakilan Allotrope Partners untuk CEIA Indonesia Gina Lisdiani di Jakarta, Selasa mengatakan kedua dokumen itu merupakan salah satu bentuk kontribusi CEIA Indonesia dalam memfasilitasi dan menyampaikan aspirasi sektor industri serta komersial.

"Banyak perusahaan memiliki target untuk menggunakan sumber listrik dari energi terbarukan dalam kegiatan operasional dan rantai pasoknya, namun belum dapat memenuhi kebutuhan tersebut hingga saat ini," katanya.

Ia memaparkan ikhtisar kebijakan merupakan rangkuman kebijakan energi dan kelistrikan yang terkait dengan penggunaanya di sektor industri dan komersial. Dokumen itu mengidentifikasi hambatan dan tantangan di lapangan, serta usulan perbaikan atas kebijakan-kebijakan tersebut.

Sementara Peta Jalan Perusahaan merupakan sebuah panduan bagi perusahaan untuk memahami opsi-opsi penggunaan energi terbarukan bagi perusahaan yang saat ini tersedia di Indonesia.

"Panduan itu juga dilengkapi dengan catatan kelebihan dan kekurangan, serta pertimbangan lain untuk membantu perusahaan memilih opsi yang paling optimal," katanya.

Gina Lisdiani menyampaikan bahwa pihaknya telah mengidentifikasi tiga opsi yang paling mungkin untuk dilakukan berdasarkan regulasi yang ada di Indonesia, yakni "captive power" atau pembangkitan sendiri tanpa terkoneksi jaringan PLN (off-grid).

Kemudian, "on-site grid connected" atau pembangkitan sendiri yang terkoneksi dan beroperasi paralel dengan sistem PLN.

Dan, perolehan listrik dari sumber energi terbarukan melalui pembelian Produk Layanan Khusus Renewable Energy dari PT PLN (Persero).

Sementara itu, Perwakilan World Resources Institute (WRI) Indonesia untuk CEIA Indonesia Almo Pradana menyarankan agar pemerintah membuat opsi menjadi lebih beragam untuk mendorong kontribusi sektor industri dan komersial terhadap akselerasi energi terbarukan, seperti pembelian listrik dari skema penggunaan transmisi bersama.

Selain itu, lanjut dia, pengembangan skema sertifikat energi terbarukan, dan green tariff yang memenuhi standar internasional.

Ia juga menyampaikan pihaknya mengapresiasi kebijakan pemerintah yang dapat menstimulasi pasar.

"Biaya kapasitas untuk operasi paralel yang besarnya 40 jam, awalnya dikenakan juga ke pembangkit solar PV rooftop yang hanya beroperasi beberapa jam dalam sehari. Namun, pekan lalu pemerintah mengubah itu menjadi lima jam, sehingga lebih layak dari sisi pendanaan," katanya.

Namun sayangnya, lanjut dia, pemasangan solar PV rooftop di sebuah fasilitas industri diperkirakan hanya dapat memenuhi sekitar 5 persen hingga 10 persen kebutuhan energi.

CEIA merupakan inisiatif kemitraan publik-swasta untuk mengatasi hambatan dan meningkatkan penyebaran energi terbarukan untuk konsumen komersial dan industri di pasar negara berkembang.

Baca juga: Kabinet baru diminta tingkatkan program PLTS
Baca juga: NTB jajaki kerja sama energi terbarukan bersama Denmark

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019