Denpasar (ANTARA) - Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho inflasi di Pulau Dewata hingga akhir tahun 2019 diproyeksikan bisa lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

 Dalam acara High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Bali, di Denpasar, Selasa, dia mengatakan, hingga minggu ketiga Oktober 2019, komoditas cabai merah dan cabai rawit memang perlu mendapat perhatian karena harganya masih berfluktuasi tinggi, meskipun saat ini sumbangan inflasi rendah.

Selain itu, komoditas lainnya yang memberikan sumbangan inflasi tinggi juga ada daging ayam ras, bawang merah, bawang putih, telur ayam ras, beras, daging sapi dan minyak goreng.

 "Harga cabai dan bawang memang cenderung meningkat di triwulan IV selama tiga tahun terakhir," ujarnya pada acara yang dipandu Sekda Bali Dewa Made Indra.

Secara umum, lanjut Trisno, risiko pendorong inflasi di Bali terutama disebabkan tiga faktor yakni pasokan komoditas utama dari luar Pulau Bali, gejolak harga musiman, dan peningkatan permintaan yang didorong oleh peningkatan kunjungan wisatawan.

Jika dilihat dari periode Januari-September 2019, inflasi Provinsi Bali secara umum sebesar 2,29 persen (rata-rata yoy) atau 1,53 persen (ytd). Sedangkan hingga akhir tahun, proyeksi inflasi di Bali berkisar antara 2,4 persen-2,9 persen (yoy).

Baca juga: BI proyeksikan inflasi Bali 2019 di kisaran 3 persen

Bali juga mengadakan kerja sama perdagangan daerah dengan provinsi lainnya, seperti dengan NTB untuk gula pasir, bawang merah, dan bawang putih, serta dengan Jawa Timur untuk komoditas beras, gula pasir, tepung terigu, daging ayam ras, minyak goreng, bawang merah, telur ayam ras, dan kedelai. Perlu juga diwaspadai tarif angkutan udara terkait dengan lonjakan permintaan pada periode "peak season" pariwisata.

"Saya berharap Desember tahun ini inflasinya bisa lebih rendah dibandingkan tahun lalu, sehingga inflasi di Bali bisa lebih baik untuk antisipasi tahun depan," kata Trisno.

Dalam kesempatan itu, Trisno juga mengemukakan sejumlah rekomendasi pengendalian inflasi jangka pendek untuk triwulan IV/2019 diantaranya perlu dilakukan rapat koordinasi secara rutin menjelang peak season pariwisata, hari raya besar agama dan tahun baru dan pelaksanaan program pengendalian inflasi sesuai kewenangan masing-masing OPD termasuk program inovatif pengendalian inflasi seperti pasar murah, operasi pasar, satgas penimbunan barang, perbaikan jalan dan jembatan barang.


Baca juga: BI prediksi permintaan hotel di Bali meningkat pada 2019

Kemudian, meningkatkan kerja sama antar-daerah di Bali dalam mengurangi ketergantungan pasokan dari wilayah Jawa maupun Nusa Tenggara dan pelaksanaan pasar murah agar menyediakan komoditas yang sering muncul sebagai penyumbang inflasi di triwulan IV seperti bawang, cabai dan daging.

"Kami harapkan masyarakat tidak berbelanja berlebihan dan memanfaatkan pekarangan untuk Pusat Pangan Sehat dan Lestari (Puspasari). Demikian juga kepada distributor, karena ada stok, silakan didistribusikan dengan baik kepada masyarakat," kata Trisno.

Sementara itu, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan kegiatan High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Bali itu sangat penting untuk menyamakan persepsi para pemangku kepentingan terkait, agar tidak berjalan sendiri-sendiri.

"Pasokan dan harga-harga komoditas yang sering bermasalah dan memicu inflasi agar benar-benar diatensi dan diambil langkah-langkah antisipasi," katanya.

Selain itu, penting juga penyediaan sistem pergudangan atau "cold storage" untuk menjaga ketersediaan pasokan sepanjang tahun serta menghadapi panen raya dan paceklik.

Dalam High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Bali itu dihadiri sejumlah Kepala OPD di lingkungan Pemprov Bali, perwakilan BPS Provinsi Bali, TPID kabupaten/kota se-Bali, serta sejumlah pemangku kepentingan terkait.

Baca juga: Harga kebutuhan pokok stabil jelang Hari Raya Kuningan

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019