Jakarta (ANTARA) - Dalam menjalankan diplomasi ekonomi di Afrika, Indonesia mengarahkan pada industri yang menghasilkan nilai tambah di antaranya di sektor migas, konstruksi, perkeretaapian, consumer goods, tekstil, dan minyak kelapa sawit.

Menurut Direktur Afrika pada Kementerian Luar Negeri RI, Daniel Tumpal Simanjuntak, sejauh ini sudah ada sekitar 10 perusahaan Indonesia yang menanamkan investasi dan menjalankan industrinya di Afrika, terutama di sektor tekstil dan migas.

Namun, ia meyakini jumlahnya masih bisa ditingkatkan dengan misi diplomasi ekonomi Indonesia guna menggarap pasar non-tradisional, salah satunya di Afrika.

“Yang menarik, semua industri ini ternyata menghasilkan nilai tambah ekonomi yang besar. Jadi bukan hanya fokus pada komoditas dasar, tetapi juga harus ada nilai tambahnya,” kata Tumpal dalam sesi wawancara khusus di ruang redaksi ANTARA, Jakarta, akhir pekan lalu.

Dengan berfokus pada industri yang bernilai tambah, lanjut dia, kerja sama perdagangan maupun investasi tidak hanya memberi manfaat bagi masyarakat Afrika tetapi juga dapat membantu Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.

Baca juga: Empat strategi diplomasi ekonomi Indonesia di Afrika
Bagi perusahaan besar seperti PT Medco Energi Internasional, Bakrie Group, dan PT Pertamina, Afrika telah menjadi bagian dari ketahanan energi Indonesia dari akuisisi blok migas dan kesepakatan bisnis di benua tersebut.

“Yang perlu ditekankan ke depan, tentunya dengan semangat kemitraan dengan saudara-saudara kita di Afrika, bagaimana kita bisa lebih memiliki aset di sana,” kata Tumpal.

Selain itu, Kemlu juga mendorong beberapa BUMN strategis seperti PT Dirgantara Indonesia, PT Wijaya Karya (WIKA), PT Pertamina, PT INKA, dan PT LEN untuk ikut menjajaki kerja sama bidang infrastruktur di Afrika.

Baca juga: Menlu paparkan hasil forum dialog infrastruktur Indonesia-Afrika
Lewat penyelenggaraan Dialog Infrastruktur Indonesia-Afrika (IAID) pada Agustus lalu di Bali, Indonesia mencatat kemajuan kerja sama sektor infrastruktur dengan Afrika melalui sejumlah kesepakatan yang dicapai.

Proyek infrastruktur yang mendominasi kesepakatan bisnis selama forum tersebut antara lain proyek pembangunan kawasan bisnis terpadu (mixed used complex) La Tour de Goree Tower senilai 250 juta dolar AS di Dakar, Senegal; proyek konstruksi rumah susun (social housing) senilai 200 juta dolar AS di Pantai Gading; serta proyek pembangunan bulk liquid terminal senilai 190 juta dolar AS di Zanzibar-Tanzania.

Selain itu, tercatat pula kerja sama bidang farmasi senilai 1,5 juta dolar AS oleh Dexa Group (Indonesia) dengan Bahari Pharmacy (Tanzania); kerja sama pengembangan produksi minyak daun cengkeh senilai 2,5 juta dolar AS oleh PT Indesso Aroma (Indonesia) dengan Zanzibar State Trading Corporation; serta kesepakatan distribusi senilai 2,5 juta dolar AS antara Kimia Farma (Indonesia) dan Topwide Pharmaceutical (Nigeria).

Baca juga: Raja Eswatini targetkan peningkatan kerja sama dengan Indonesia
Sebagai bagian dari upaya diplomasi ekonomi yang menjadi prioritas politik luar negeri (polugri) di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia akan mengembangkan kebijakan outbond investment ke luar negeri yang sinergis dengan kepentingan ekonomi nasional.

Saat menyampaikan prioritas polugri RI untuk periode 2019-2024, Menlu Retno Marsudi juga menjelaskan bahwa perjanjian investasi bilateral akan difokuskan untuk melindungi investasi Indonesia di luar negeri secara adil.

“Selain itu, kita akan semakin fokus pada sektor dimana Indonesia memiliki nilai tambah dengan mengembangkan ekosistem dan kebijakan yang mendukung perkembangan industri-industri pengolahan sumber daya alam,” tutur Retno kepada wartawan di Jakarta, Selasa (29/10).

Baca juga: Indonesia raih penghargaan tujuan wisata terbaik di Afrika Selatan
Baca juga: Indonesia raih penghargaan tujuan wisata terbaik di Afrika Selatan


Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019