Jakarta (ANTARA) - Investasi sektor Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) mencapai Rp22,2 triliun hingga triwulan II Tahun 2019, industri logam dasar memberikan kontribusi terbesar hingga Rp13,4 triliun, disusul industri kendaraan bermotor sebesar Rp4,71 triliun serta industri komputer, barang elektrionik dan optik sebesar Rp2,08 triliun.

“Guna menggenjot daya saing industri kita, tentunya diperlukan dukungan ketersediaan bahan baku, SDM kompeten, suplai energi yang cukup, serta penggunaan teknologi dan permesinan dalam proses produksi,” kata Direktur Jenderal ILMATE Kementerian Perindustrian Harjanto lewat keterangan resmi di Jakarta, Rabu.

Terlebih, lanjut Harjanto, saat ini dunia industri khususnya sektor manufaktur tengah bersiap menghadapi perkembangan revolusi industri 4.0.

Baca juga: Optimalkan TKDN, Kemenperin optimis investasi elektronik makin marak

Secara garis besar, penerapan industri 4.0 terintegrasi dengan lini produksi di sektor industri dengan jaringan internet sebagai penopang utama.

“Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan posisi daya saing Indonesia. Salah satu solusi yang tengah didorong oleh Kemenperin adalah memacu industri dalam negeri agar terus melakukan inovasi dalam menghadapi implementasi industri 4.0. Hal ini sesuai dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0,” papar Harjanto.

Ia menjelaskan, inovasi dan perubahan terhadap model bisnis yang lebih efisien dan efektif dalam penerapan industri 4.0, dinilai akan mempercepat peningkatan daya saing industri dalam negeri secara signifikan.

“Inovasi-inovasi dalam penerapan Information Communication Technology (ICT) di sektor industri, seperti memanfaatkan sistem online untuk mengontrol penyelesaian pekerjaan, diyakini akan memberikan penghematan dalam penggunaan waktu dan biaya sehingga produk yang dihasilkan lebih murah dan mampu bersaing di pasar domestik maupun global,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam hal penyerapan tenaga kerja, industri 4.0 akan menambah lapangan kerja yang memerlukan keterampilan khusus. Spesialisasi industri baru akan bermunculan dan membutuhkan tenaga kerja terampil dengan kemampuan yang lebih spesifik dan tingkat upah yang lebih baik.

“Kemenperin telah mendorong pola pendidikan vokasi industri yang mengutamakan adanya link and match antara SMK dengan Industri. Melalui upaya tersebut, diharapkan SMK dapat menyediakan SDM yang sesuai kebutuhan industri,” tandasnya.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019