Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan hak veto bagi menteri koordinator yang dimaksudkan Presiden merupakan istilah secara politis, bukan hukum.

"Jadi, tidak ada kaitannya dengan persoalan, 'Wah ini tidak dikenal veto menteri dalam sistem ketatanegaraan'," katanya, usai memimpin rapat menteri di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis.

Baca juga: Mahfud MD pimpin rapat menteri perdana di Kemenko Polhukam

Menurut dia, istilah veto tersebut memang lebih dimaksudkan secara politis dan administratif bahwa Menko bertugas melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian.

Artinya, kata dia, Menko bisa mendorong suatu institusi karena terlalu lambat maupun menarik karena terlalu cepat sehingga menjadi sinkron, kemudian mempertemukan titik-titik kosong dari program tersebut.

"Misalnya, ada satu kasus gitu, lalu rebutan. 'Itu tugas saya, satunya tugas saya', itu menko yang menentukan," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Selain itu, kata Mahfud, menko juga berkewajiban mempertemukan jalan tengah antarkementerian jika terjadi persoalan dalam menjalankan program.

"Kalau kata yang satu harus begini, yang satu harus begitu, maka nanti menko yg akan ikut turun tangan mempertemukan sehingga tidak terjadi benturan dan kekosongan. Nah itulah yg sebenarnya oleh Bapak Presiden disebut veto," katanya.

Baca juga: Tangani Papua, Mahfud: Fokus pendekatan kultural dan kemanusiaan

Namun, Mahfud mengatakan menko tidak bisa kemudian langsung membatalkan program dari suatu kementerian tanpa melalui persetujuan Presiden.

"Tentu kalau haru membatalkan suatu program kementerian tidak bisa langsung kan. Menkonya, ya, ke presiden, 'Pak, ini terjadi sesuatu begini', sehingga semuanya lancar," katanya.

Dengan telah ditekennya Perpres Nomor 67/2019 yang tidak menyebutkan hak veto bagi menko, melainkan hak koordinasi, Mahfud kembali menegaskan bahwa veto yang dimaksudkan memang pengendalian.

"Pengendalian, mengendalikan. Veto itu bahasa politis, bahasa pop, bahasa organisasi, sedangkan bahasa hukumnya pengendalian.
Pengendalian itu, ya, praktisnya," katanya.

Menko, kata dia, harus tetap melaporkan kepada Presiden sebagai atasan menteri jika ada program-program yang tidak sesuai atau menimbulkan persoalan.

"Jadi jangan dikesankan menko itu atasan dari menteri lain, bukan. Koordinator saja. Jadi, tidak usah terlalu dipertentangkan dalam satu susunan hierarkis gitu," kata Mahfud.

Sebelumnya, Mahfud menjelaskan saat ini menko diberi izin oleh Presiden Joko Widodo untuk "memveto" segala kebijakan atau peraturan kementerian yang saling berlawanan.

"Menko itu, kata Presiden, bisa 'memveto' kebijakan atau peraturan-peraturan menteri yang dianggap bertentangan dengan kebijakan-kebijakan menteri lain, bertentangan dengan visi Presiden dan sebagainya," katanya.

Menurut Mahfud, Presiden meminta seluruh kementerian mengerjakan visi dan misi Presiden dan Wapres yang dituangkan dalam Nawacita atau sembilan program pembangunan.

Presiden Jokowi juga telah menandatangani Perpres Nomor 67/2019 yang memberikan menko hak koordinasi dan tidak menyebutkan kewenangan memveto kebijakan menteri.


Baca juga: Al Baghdadi tewas atau tidak, Mahfud: ISIS harus tetap diwaspadai
Baca juga: Omnibus law, Menko Polhukam segera bahas dengan Menkumham


 

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019