..investasi China yang berada di Indonesia dalam sektor batubara tidak sebegitu besar yang kerap dibicarakan oleh banyak orang.
Jakarta (ANTARA) - Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menyoroti berbagai kebijakan mengenai pergerakan investasi China di sektor batubara.

Peneliti dari AEER Pius Ginting dalam diskusi di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa investasi China yang berada di Indonesia dalam sektor batubara tidak sebegitu besar yang kerap dibicarakan oleh banyak orang.

Untuk kreditur atau pemberian dana saja dalam batubara, ia merangkum hanya sebesar Rp55 triliun. Menurut dia, jumlah tersebut masih wajar mengingat batubara merupakan bisnis padat modal.

Namun, Pius juga mengingatkan bahwa investasi energi pada batubara harus dibatasi, sebab bisnis tersebut memiliki dampak yang kurang baik bagi lingkungan.

Ia juga menjelaskan China merupakan salah satu investor terbesar untuk Fast Track Program I (FTP I) dan terus berlanjut di program FTP 2 maupun 35.000 MW baik sebagai pengembang (IPP), pelaksana Engineering Procurement Construction (EPC) hingga pemberi pinjaman (Lender).

Apalagi sejak diluncurkannya kebijakan Belt Road Intiative pada 2013, menambah komposisi pendanaan China terutama dalam pendirian PLTU. Sementara di negara asal China sendiri, penghentian pembangunan PLTU telah dilakukan dan beralih ke energi terbarukan.
Baca juga: Pengamat : China masih bergantung pada batu bara untuk energi

Kini, negara tersebut menempati posisi teratas dalam pengembangan energi terbarukan dengan besaran mencapai 695.864.515 MW, sedangkan bisnis di pembangkit listrik batubara justru dialihkan ke negara-negara berkembang seperti Indonesia yang masih minim dalam pengembangan energi terbarukan.

Pada program percepatan ini pemerintah menciptakan skema baru yang mengatur rantai pasokan dari hulu ke hilir yakni PLTU Mulut Tambang, di mana tambang batubara dan PLTU berada dalam satu lokasi yang berdekatan.

Skema yang dibangun untuk mengurangi biaya produksi dan mempermudah penyaluran pasokan batubara ini ternyata lebih efisien dibanding PLTU thermal biasa. Namun di saat yang bersamaan, daya rusak yang diakibatkan menjadi berganda akibat tambang batu bara dan PLTU yang hadir sekaligus, apalagi jika minim pengawasan dari pemerintah.

Baca juga: Aksi jeda iklim desak pemerintah akhiri kecanduan batu bara

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2019