Sangat penting menjaga kolaborasi antara dua negara, Indonesia-Prancis. Indonesia sangat berkomitmen dalam kolaborasi ini. Saya yakin bisa lebih baik dan lebih kuat ke depan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Prancis memperkuat kerja sama bidang riset dan pendidikan tinggi.

Hal tersebut dilakukan dengan menggelar The Second (2nd) High Level Meeting on STHE Cooperation & The 11th Joint Working Group (JWG) on HERIE di Auditorium Prof Dr H Baharuddin Lopa SH Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis

Menteri Riset dan Teknologi / Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang PS Brodjonegoro dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis, di Jakarta, mengapresiasi pertemuan yang bertujuan untuk membangun kerja sama pendidikan tinggi, riset, inovasi dan entrepreneurship yang selama ini sudah terjalin.

"Sangat penting menjaga kolaborasi antara dua negara, Indonesia-Prancis. Indonesia sangat berkomitmen dalam kolaborasi ini. Saya yakin bisa lebih baik dan lebih kuat ke depan," kata Bambang.

Ia mengatakan  dalam upaya meningkatkan kualitas riset di Indonesia, mau tidak mau Indonesia harus belajar sekaligus bekerja sama dengan peneliti terutama dengan negara yang sudah relatif maju penelitiannya.

Demikian juga, kata dia, dengan universitas-universitas maupun pusat riset teknologi inovasi di Prancis, yang sudah punya tradisi riset untuk menghasilkan berbagai produk inovasi, yang kuat.

Oleh karena itu, katanya, JWG tentang Pendidikan Tinggi, Riset, Inovasi dan Kewirausahaan antara Indonesia dan Prancis ini, diadakan untuk yang ke-11 kalinya.

"Ini sudah yang kesebelas kalinya pertemuan diadakan, harapannya ilmuwan Indonesia atau akademisi Indonesia bisa bekerja sama dengan ilmuwan dan akademisi Prancis, sehingga bisa meningkatkan kualitas penelitiannya," katanya..

Demikian juga dengan para pelaku Iptek dan Inovator Prancis, katanya, agar bisa banyak berkolaborasi dengan pelaku iptek dan inovator di Indonesia.

"Pada akhirnya kita harapkan kualitas riset di Indonesia menjadi 'world class research, membantu universitas dan atau institusi nya. Selain itu kita harapkan agar para periset di Indonesia tidak hanya berhenti pada tataran riset dasar dan riset aplikasi, tapi mencoba menjadi pencipta (inovator) dalam bentuk invensi maupun inovasi," katanya.

Menteri menyampaikan kerja sama riset antara Indonesia dan Prancis dalam bidang global, terutama yang difokuskan tentang beberapa tema iptek seperti maritime, pertanian dan pangan, energi, transportasi, kesehatan,  teknologi, informasi, komunikasi )ICT), teknologi pertahanan, serta, sosial humaniora, dan lainnya.

"Intinya kita lebih menekankan pada iklim penelitian yang harus lebih kuat di antae litbang instiusi dan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia," katanya.

Ia mendorong kerja sama dalam bidang kewirausahaan. Menurut dia, kualitas riset yang tinggi akan menjadikan produk-produk inovasi yang kompetitif, agar bisa bersaing di pasar global.

"Kenapa produk kita tidak kompetitif dalam pasar global, karena tidak adanya inovasi. Tidak cukup inovasi, karena inovasi ini lahir dari hasil riset yang berkualitas. Saya hapeap pertemuan ini mendapatkan nilai dan diaplikasikan dalam produk kita agar bisa kompetitif," katanya.

Ia menjelaskan saat ini Kemenristek berupaya keras untuk membangun ekosistem riset dan inovasi di Indonesia. Salah satunya dengan sistem riset yang baru untuk membentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Penekanannya harus ada integrasi riset dari hulu ke hilir, dari riset dasar sampai pada inovasi dan komersialisasi produk. "Jadi BRIN nantinya yang mengupayakan agar integrasi riset dari hulu sampai hilir itu berjalan," tandas Menteri Bambang.

Selama ini, kata dia, pelaksanaan riset cenderung belum optimal dan berjalan sendiri-sendiri.

Menurut dia, ristek dan inovasi tidak hanya dilakukan di perguruan tinggi, ada juga di Lembaga Penelitian Non-Kementerian (LPNKs) dan ada lembaga litbang lainnya yang berada di bawah kementerian teknis lainnya. Hal ini memungkinkan terjadinya duplikasi riset jika tidak segera dibenahi.

"Dengan hadirnya BRIN, nantinya diharapkan tidak ada lagi duplikasi riset. Karena sebelumnya pelaku riset itu banyak, para peneliti dpt berasal dari LPNK, PT maupun litbang kementerian lainnya. Itu yang akan kita perbaiki dengan adanya pembentukan BRIN. Tujuannya menciptakan integrasi riset dari hulu ke hilir," katanya.

Dubes Prancis, Olivier Chambard menjellaskan pihaknya terbuka untuk berkolaborasi dengan Indonesia, khususnya dalam bidang riset, inovasi, pendidikan tinggi dan kewirausahaan. Terlebih secara khusus, Indonesia di bawah Presiden Jokowi pada periode kedua berfokus membangun sumber daya manusia dan "global talent".

"Sebuah kehormatan ada di Makassar untuk melakukan pertemuan ini. Kita terbuka untuk berkolaborasi dalam riset dan inovasi. Termasuk mahasiswa. Kita siap menerima peneliti dari Indonesia," kata Chambard.

Dubes Prancis mencontohkan beberapa kerja sama yang sudah berjalan, diantara program Nusantara yang merupakan kolaborasi riset Indonesia-Perancis. Serta beberapa kolaborasi lainnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Hasanuddin, Dwia Aries Tina Pulubuhu mengungkapkan terimakasih atas dukungan dan kepercayaan atas dipilihnya Unhas sebagai tuan rumah dalam pertemuan ini.

"Saya percaya pertemuan ini akan memunculkan ide dan gagasan. Kita ingin riset, penelitian dan kewirausahaan dikuatkan. Bagaimana berkolaborasi ke depan dan berjejaring. Terutama dalam era baru industri 4.0," katanya.

Baca juga: Prancis-Indonesia kerja sama pengembangan pelet jerami padi

Baca juga: Forum FITE kolaborasi Prancis-Indonesia dukung maritim berkelanjutan

Baca juga: Menristek: Forum Indonesia-Prancis tingkatkan iklim penelitian

 

Pewarta: Indriani
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019