Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Umum DPP Partai Damai Sejahtera, Denny Tewu, di Jakarta, Selasa malam, mengatakan, kebijakan menaikkan harga gas `Elpiji` 12 kg memicu kebingungan rakyat atas program konversi minyak tanah (mitan) yang digulirkan sebelumnya. "Sejak naiknya harga gas itu, seperti terjadi pembiaran terhadap masyarakat miskin yang dibuat bingung sendiri dan tanpa daya mau mengadu ke mana. Padahal, baru beberapa saat masyarakat meninggalkan minyak tanah (Mitan) dan diwajibkan gunakan `Elpiji`, baru menyesuaikan, `tau-tau` harganya sudah dinaikkan lagi," katanya. Ia mengatakan itu, menanggapi pernyataan salah satu anggota Komisi VI DPR RI, Hasto Kristianto (Fraksi PDI Perjuangan), yang menyatakan, kebijakan Pertamina menaikkan harga Elpiji menimbulkan ketidakpastian harga dan konversi minyak tanah (Mitan). "Ini hanya akal-akalan Pertamina," tandasnya kepada pers. Sementara itu, dari pantauan di lapangan, banyak kalangan di masyarakat yang baru saja mengalihkan penggunaan energi dari Mitan ke gas mengeluh akibat kebijakan Pemerintah tersebut, sebagaimana disorot berbagai media elektronik di Jakarta. Publik di sejumlah kawasan di sekitar Jabodetabek pun seperti mengalami `shock` dengan kebijakan menaikkan harga gas ini. Apalagi diiringi dengan hilangnya stok, baik itu gas ukuran 12 kg maupun yang berukuran tiga kg (bersubsidi). "Sudah naik harganya, susah lagi `nyari`-nya. Bagaimana kalau rakyat kembali tuntut lagi ke minyak tanah? Ini kan repot. Makanya, Pemerintah perlu serius menangani masalah ini, jangan sampai timbul praduga kenaikan harga hanya akal-akalan untuk persiapan kebutuhan Pemilu 2009," kata Denny Tewu lagi. Sebelumnya, secara terpisah Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Tjahjo Kumolo, membenarkan pernyataan salah satu anggotanya yang mengatakan, kebijakan menaikkan harga Elpiji hari ini hanya akal-akalan Pertamina. "Benar sekali itu. Padahal, kebijakan Elpiji katanya untuk menolong rakyat dengan harga yang memadai dan dengan alasan subsidi masih besar. Sekarang kemudian dibebankan kepada rakyat dan hukum pasar, yang kemudian Pemerintah tidak mampu mengatasinya," katanya kepada ANTARA. Tjahjo Kumolo yang juga salah satu Ketua DPP PDI Perjuangan menambahkan, Pemerintah agaknya tidak pernah melihat realitas kehidupan riil masyarakat. "Sekarang kan beban kehidupan (ekonomi) rakyat sehari-hari di mana-mana kian berat. Karenanya, perlu kebijakan yang pro rakyat itu, bukan semakin hari ada peningkatan harga dengan alasan hukum pasar dan sebagainya," tegasnya lagi. Makin Tidak Jelas Sementara itu, Sekretaris Fraksi Partai Golkar di DPR RI, Syamsul Bachri, menyatakan, pihaknya melihat kebijakan Pemerintah untuk konversi minyak tanah atau `Mitan` ke gas menjadi makin tidak jelas. "Soalnya, kebijakan konversi ke Elpiji ini dihambat oleh Pertamina," tandasnya kepada ANTARA. Syamsul Bachri juga mengingatkan, kebijakan menaikkan harga Elpiji itu, akan mendorong publik beralih ke barang subsidi. "Memang khusus Elpiji 12 kg tidak diatur (dalam kebijakan) atau tak disubsidi. Tapi kan ini (kenaikan) akan menggiring masyarakat ke Elpiji tiga kg yang disubsidi," katanya lagi. Karena itu, fraksinya merasa kebijakan kali ini benar-benar tidak jelas. "Intinya, karena (Pemerintah) tak bisa mengontrol Pertamina yang menaikkan harga pada saat yang kurang tepat," ungkap Syamsul Bachri dengan nada kecewa.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008