Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim untuk melakukan renegosiasi harga jual gas sumur Tangguh ke China yang akan dipimpin Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati. "Menko Perekonomian akan susun tim negosiasi yang kuat berkoordinasi dengan menteri teknis terkait. Wapres akan supervisi atas jalannya kerja tim untuk membikin sasaran harga yang realistis dan melakukan benchmarking," kata Presiden Yudhoyono pada sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis. Presiden juga meminta anggota tim yang dipilih tidak memiliki konflik kepentingan dan bisa bekerja sesuai sistem dan aturan yang berlaku. "Apabila berhasil renegosiasi dan pemerintah mengambil keputusan nanti, sejak itu semua jadi tangungjawab saya sebagai Presiden apabila ada permasalahan dari kebijakan atau substansinya. Jadi tidak perlu ada keraguan untuk renegosiasi," katanya. Presiden menjelaskan, keputusan untuk melakukan renegosiasi harga jual gas Tangguh ke China dilakukan pemerintah setelah mendapat laporan audit dari BPK pada 14 Juni lalu, yang menyebutkan adanya potensi kerugian negara dalam kontrak penjualan yang ditandatangani pada 2002 itu. "Kalau dipelajari kontrak `sales and purchase` dan tidak diperbaruhi disesuaikan dengan harga global yang 120-140 dolar AS, akan besar sekali kerugian negara," katanya. Menurut Presiden, dirinya telah meminta Wapres Jusuf Kalla untuk membuka renegosiasi ini dengan bertemu Wapres China, Xi Jinping dan telah dilakukan pekan lalu. "Wapres sudah ke RRC negosiasi dengan Wapres RRC, mudah-mudahan ada celah untuk memperbaiki kontrak," katanya. Presiden menjelaskan, kebijakan pemerintah terhadap kontrak-kontrak penjualan migas tidak berubah dan akan selalu menghormati kontrak-kontrak yang ada sejak Presiden Soekarno dan Soeharto. "Itu apabila betul-betul memenuhi rasa keadilan, dengan pelaksanaan yang benar, pengawasan harus benar. Kalau kontrak itu merusak rasa keadilan harus renegosiasi dan tidak boleh diambil alih yang bisa menimbulkan gejolak sistem investasi," katanya. Wapres Jusuf Kalla menilai kontrak penjualan gas yang dilakukan pada masa Presiden Megawati Soekanoputri itu bisa menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp75 triliun. Menurutnya harga jual gas Tangguh sebesar 3,4 dolar AS/mmbtu hanya seperenam harga jual yang seharusnya, sehingga negara akan dirugikan sekitar 3 miliar dolar AS setahun. "Kita kehilangan kesempatan pendapatan 3 miliar dolar AS setahun, kalau dikali 25 tahun jadi Rp75 triliun. Ini akibat salah mengatur kontrak yang sudah kita keluarkan dari peraturan yang dibuat Pemerintah," katanya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008