AN
Yogyakarta (ANTARA) - Kampung Tangguh Bencana yang menjadi perwakilan dari 45 kelurahan di Kota Yogyakarta saling adu kecepatan dan ketangkasan mendirikan tenda keluarga dalam rangka memeriahkan rangkaian kegiatan Pekan Pengurangan Risiko Bencana tahun 2019.

Kegiatan dilakukan selama tiga hari 4-6 November 2019 dan setiap hari ada 15 kelompok yang mengikuti lomba mendirikan tenda, kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Yogyakarta Hari Wahyudi di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, kegiatan tersebut tidak hanya dilakukan untuk mengadu kecepatan dan ketangkasan tiap Kampung Tangguh Bencana (KTB) dalam mendirikan tenda keluarga, tetapi juga mengasah kekompakan tiap KTB.
Baca juga: BPBD Yogyakarta targetkan seluruh KTB miliki kecakapan setara

“Kekompakan ini sangat dibutuhkan saat penanganan bencana. Saat kami dari BPBD belum bisa masuk ke lokasi bencana, maka masyarakat melalui KTB sudah bisa melakukan penanganan awal yang dibutuhkan. Tentunya, penanganan bencana bisa menjadi lebih ringan,” kata Hari.

Pada Pekan Pengurangan Risiko Bencana tahun lalu, BPBD Kota Yogyakarta juga menggelar kegiatan serupa. Namun, tenda yang dipilih bukan dari jenis tenda keluarga dengan ukuran 4x4 meter persegi, tetapi tenda oval yang berukuran lebih besar yaitu 6x12 meter persegi.

“Karena luas wilayah di Yogyakarta terbatas, maka tenda keluarga ini lebih bisa diandalkan sebagai tenda pengungsi jika terjadi bencana di wilayah. Makanya, untuk lomba kali ini kami memilih tenda keluarga,” katanya.

Melalui lomba tersebut, Hari berharap, masyarakat juga bisa mengetahui bentuk tenda yang ideal yaitu memiliki alas, dinding, dilengkapi dengan pintu dan jendela untuk ventilasi.
Baca juga: BPBD Yogyakarta akan evaluasi 10 kampung tangguh bencana

“Kami pun berharap, muncul kreativitas masyarakat dari KTB untuk membuat tenda yang ideal. Bisa dari bahan yang ada di wilayah masing-masing karena jumlah tenda oval dan keluarga yang kami miliki terbatas. Itu pun bantuan dari BNPB,” katanya.

Saat ini, BPBD Kota Yogyakarta hanya memiliki tiga unit tenda oval dan tujuh unit tenda keluarga. Fasilitas tenda keluarga tidak diberikan ke KTB karena nilainya cukup mahal.

Sementara itu, penilaian dalam lomba mendirikan tenda didasarkan pada beberapa faktor, di antaranya waktu yang dibutuhkan, ketepatan pemasangan, kekompakan, kerapian tenda dan kerapian personel yang mengikuti lomba.

“Penilaian lomba tidak hanya untuk mendirikan tenda saja tetapi sampai membongkar dan melipatnya kembali untuk dimasukkan ke dalam kotak penyimpanan. Kalau tidak rapi saat melipat, tenda tidak akan bisa masuk ke kotak penyimpanan,” kata Analis Mitigasi Bencana BPBD Kota Yogyakarta Retno Rahayu.
Baca juga: KTB picu ketangguhan masyarakat terhadap bencana

Setiap kelompok terdiri dari 10 peserta. Delapan orang turun sebagai pemain utama dan sisanya sebagai cadangan. Setiap peserta yang mewakili kelurahan harus memiliki KTP sebagai warga di kelurahan tersebut.

Retno mengatakan, KTB hanya memperoleh pelatihan mendirikan tenda pada Juli dan Agustus serta memperoleh video tutorial mendirikan tenda. “Ada yang bisa mendirikan tenda dalam waktu 25 menit. Kami memberikan batasan maksimal selama 45 menit untuk mendirikan tenda. Sampai saat ini, tidak ada yang melebihi batasan tersebut,” katanya.

Salah satu perwakilan peserta dari Kelurahan Keparakan, Wahyu Sugianto mengatakan, timnya mampu mendirikan tenda dalam waktu 31 menit. “Meleset satu menit dari target awal 30 menit. Belum tahu apakah bisa menang atau tidak karena pengumuman baru akan disampaikan pada Minggu (10/11),” katanya.
Baca juga: Yogyakarta tanggap darurat bencana

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019