Tanjungpinang (ANTARA) - Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Rudy Chua berpendapat data inflasi wilayah itu kurang tepat karena hanya menyurvei indeks harga konsumen Kota Batam dan Kota Tanjungpinang.

"Tentu Batam dan Tanjungpinang tidak dapat mewakili Kepri yang memiliki dua kota dan lima kabupaten," ujarnya di Tanjungpinang, Selasa.

Rudy sendiri belum mengetahui mekanisme yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menetapkan inflasi. Kalau dari aspek kependudukan, mungkin dapat dipahami kalau lebih dari 50 persen penduduk di Kepri tinggal di Batam.

Namun, jika dengan pendekatan geografis, kata dia, data tersebut tidak akurat karena harga barang di Natuna dan Kepulauan Anambas jauh lebih tinggi dibanding Batam dan Tanjungpinang. Perbedaan harga itu disebabkan biaya angkutan atau distribusi barang yang cukup tinggi menuju Anambas dan Natuna.

"Bagaimana dengan harga barang kebutuhan masyarakat di Lingga dan Karimun? Tentu ada perbedaan. Kalau Bintan mungkin harga kebutuhan masyarakat sama dengan Tanjungpinang karena berada dalam satu pulau," ujarnya.

Baca juga: TPID ingatkan potensi inflasi Kepri jelang akhir tahun

Baca juga: TPID Kepri ingatkan risiko inflasi akibat cuaca buruk

Baca juga: TPID Kepri optimistis tekan inflasi Juni


Ia mengatakan BPS tidak dapat memukul rata kebijakan di seluruh Indonesia kalau memang dua kota dapat mewakili untuk provinsi. Hal itu disebabkan secara geografis Kepri berbeda dengan wilayah lainnya.

Tujuh kabupaten dan kota di Kepri dipisahkan oleh lautan kecuali Bintan dan Tanjungpinang sehingga mempengaruhi harga barang kebutuhan masyarakat yang dijual pedagang.

"Permasalahannya, data inflasi yang tidak tepat ini menjadi rujukan pemerintah dalam mengambil keputusan. Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika kebijakan yang diambil dari data yang tidak tepat," tuturnya.

Rudy mendesak BPS untuk meningkatkan kinerjanya dalam mendata indeks harga konsumen sehingga data yang dipergunakan pemerintah dalam mengambil kebijakan lebih tepat. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, maka data yang disajikan hanya untuk Tanjungpinang dan Batam, bukan mewakili Kepri.

"Saya tidak dapat menuduh BPS salah dalam menyajikan data inflasi, sebab mungkin saja sudah sesuai prosedur mereka. Namun, kinerja mereka harus diperbaiki sehingga data yang digunakan tepat mewakili Kepri," katanya.

Baca juga: BPS: Wisman ke Kepri meningkat 21,91 persen

Baca juga: BPS: Kepri alami kenaikan ekspor 192,78 persen pada Mei

Baca juga: 46,17 persen wisman ke Kepri berkebangsaan Singapura


Sebelumnya, BPS mencatat Kepri pada Oktober 2019 mengalami deflasi sebesar 0,27 persen. Data tersebut berdasarkan deflasi yang terjadi di Batam dan Tanjungpinang, masing-masig sebesar 0,27 persen.

Kepala BPS Kepri Zulkipli, di Tanjungpinang mengatakan, deflasi di Kepri terjadi karena penurunan indeks harga konsumen dari 137,95 pada bulan September 2019 menjadi 137,57 pada bulan Oktober 2019.

Secara kumulatif, sampai dengan bulan Oktober 2019 Kepri mengalami inflasi sebesar 0,78 persen. Sementara itu, laju inflasi year on year (Oktober 2019 dibanding dengan Oktober 2018) tercatat sebesar 2,38 persen.

"Deflasi di Kota Batam dan Kota Tanjungpinang menduduki peringkat ke-6 dan ke-7 dari 13 kota yang mengalami deflasi di Sumatera," ujarnya.*

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019