Sekali lagi ini harus digarisbawahi, terutama belanja infrastruktur yang sangat sensitif terhadap waktu
Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menilai bahwa belanja barang dan jasa kementerian dan lembaga masih menggunakan pola pikir (mind set) lama.

"Sejak 15 tahun yang lalu saya melihat proses-proses pengadaan kita sebetulnya sudah tadi e-procurement, e-purchasing, e-tendering bagus sekali tapi praktiknya masih dengan 'mind set yang lama," kata Presiden Jokowi dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 2019 di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Presiden Jokowi marah tender konstruksi Rp31 triliun pada November

Dalam sambutannya, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto mengatakan sampai November 2019, masih ada paket pekerjaan senilai Rp39 triliun yang masih berproses pada sistem e-tendering, termasuk pekerjaan konstruksi senilai Rp31,7 triliun, yang akan mempengaruhi kinerja dan penyerapan anggaran.

Jumlah tersebut berasal dari pagu pengumuman e-tendering sejumlah Rp304,1 triliun namun yang sudah selesai tender baru Rp265,1 triliun dengan Rp182 triliun adalah proyek konstruksi.

"Oleh sebab itu saya ingatkan jangan main-main. Terutama di Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Kementerian Perhubungan, Kalau Kementerian PUPR DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) keluar, Pak Menteri PUPR langsung main (membelanjakan) biasanya, karena duitnya gede kalau masih menunggu Januari ya berarti terlambat 1,5 bulan. Biasanya kita beri DIPA pertengahan November," jelas Presiden.

Presiden pun mengingatkan pengadaan barang dan jasa pemerintah harus tepat waktu dan keterlambatan sedikit dapat mengurangi daya dorong APBN dan APBD dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.

"Sekali lagi ini harus digarisbawahi, terutama belanja infrastruktur yang sangat sensitif terhadap waktu," ungkap Presiden.

Presiden pun mengkritik cara kerja kementerian/lembaga yang sudah menggunakan cara tender elektronik (e-tendering) namun hingga November 2019 masih ada Rp31 triliun pekerjaan konstruksi yang tersisa.

"Kalau e-purchasing itu OK, pengadaan barang itu masih OK, tapi itu juga terlambat. Kita senangnya kejar-kejaran di Oktober, November Desember. 'Mindset' seperti ini harus diubah. Januari apa sih bedanya kita lakukan bulan September dengan kejar-kejaran dengan Januari. Ayo langsung main di tahun awal, kerjanya enak, kualitasnya baik, kontraktornya juga tidak tidak dikejar-kejar seperti dikejar hantu, kenapa kita senang mengulang hal yang sama dan itu jelek?" tegas Presiden dengan nada tinggi.

Tantangan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah menurut Presiden adalah memastikan proses dan "timing" barang dan jasa.

"Sekali lagi harus seawal mungkin. Januari harus mulai belanja karena ini menyangkut pertumbuhan ekonomi makro kita, menyangkut pertumbuhan ekonomi di daerah kita masing-masing, Kalau uangnya tidak keluar perputaran uang di daerah jadi berkurang, jangan menyepelekan ini, kalau uang tidak berputar, ekonomi di situ pertumbuhannya rendah, kalau uang tidak berputar dan tidak ada pertumbuhan ekonomi, artinnya rakyat kita akan menderita, itu kok diulang-ulang?" ungkap Presiden.

Berdasarkan data LKPP, pengadaan barang/jasa pemerintah sendiri secara langsung telah mendorong berputarnya roda ekonomi nasional.

Total belanja barang/jasa pemerintah pada periode 2015–2019 adalah sebesar Rp5.335 triliun. Dengan nilai penghematan sebesar Rp177,93 triliun dari proses pengadaan melalui e-tendering dan e-purchasing.

Baca juga: Presiden Jokowi: anggaran pendidikan pada 2020 Rp508 triliun
Baca juga: LKPP sebut pemenang tender bukan lagi dari harga termurah

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019