Tanjung Selor (ANTARA) - Masyarakat Kalimantan Utara terhenyak karena melihat berita cukup menghebohkan bahwa dalam beberapa bulan terakhir petugas berhasil mengamankan puluhan kilogram sabu.

Kasus pertama terjadi pada 20 Juli 2019 dengan barang bukti 38 Kg sabu kualitas terbaik dari Tawau, Malaysia.

Sekitar tiga bulan kemudian, tepatnya 5 Oktober 2019, petugas keamanan berhasil menyita sabu asal Tawau dengan jumlah besar atau sama dengan kasus sebelumnya, yakni juga 38 Kg.

Para pengamat sering mengatakan bahwa kasus narkoba yang terungkap itu seperti fenomena gunung es, artinya hanya sebagian kecil yang terlihat dari peredaran yang lolos dari pengamatan.

Merujuk kepada pendapat fenomena gunung es atau diasumsikan jika hanya 10 persen yang terungkap maka jika dalam dua bulan terakhir ada 76 Kg sabu ditangkap maka yang diduga lolos adalah 7.600 Kg atau 7,6 ton.

Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk kurang dari 700.000 jiwa, maka bisa dikatakan Kaltara "darurat narkoba".

Baca juga: Danrem 091/ASN minta Dandim perangi narkoba

Baca juga: Kepala BNNP Kaltara yang baru kunjungi desa bebas narkoba di Sebatik



Zona merah

Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalimantan Utara Brigjen Pol Herry Dahana mengakui Kaltara masuk kategori zona merah peredaran narkotika.

Zona merah berdasarkan banyaknya penyelundupan sabu yang berhasil diungkap aparat.

Selama 2018 terjadi 388 kasus terungkap dengan barang bukti 105.852,32 gram atau 105,8 Kg.

Jumlah sangat fantastis dan ancaman sangat serius bagi masa depan generasi muda di Kaltara dan daerah lain yang menjadi tujuan peredaran narkoba itu.

Pejabat dari Direktorat Interdiksi Deputi Bidang Pemberantasan BNN (Badan Narkotika Nasional) Heri Istu Hariono yang ditemui usai operasi penangkapan pada 20 Juli 2019 mengatakan seandainya lolos, sabu seberat 38 Kg itu akan meracuni 190.000 jiwa.

Didampingi Kapolres Bulungan AKBP Andrias Susanto dan Pejabat Bea Cukai Tarakan Syamsuddin, ia sangat mengharapkan dukungan semua pihak karena ancaman narkoba di kawasan perbatasan ini sangat mengkhawatirkan.

Kaltara bukan tujuan utama peredaran sabu, namun hanya perantara untuk wilayah antardaerah dan antarpulau.

Penangkapan pada Sabtu (20/7), 08.00 Wita di depan kantor Pekerjaan Umum Jalan Jelarai Selor Tanjung Selor Kabupaten Bulungan.

Barang bukti yang didapatkan satu unit mobil Toyota Inova warna putih dengan Nopol KT 1538 WE dan 38 bungkus sabu dengan berat satu bungkus seberat satu Kg dengan total 38 Kg

Jumlah 38 Kg itu tercatat sabu terbesar yang pernah diamankan bukan saja di Kaltara tetapi juga di "saudara tuanya" Kaltim (dulu Kalimantan Utara adalah bagian dari Kalimantan Timur sebelum pemekaran wilayah).


Lagi 38 Kg

BNN pada 5 Oktober 2019 kembali berhasil mengamankan 38 kilogram sabu dari Tawau Malaysia yang dikirim lewat jalur laut menuju Tarakan kemudian di kirim ke wilayah Samarinda Kalimantan Timur.

Penangkapan dilakukan di beberapa tempat. Di antaranya, di rumah makan Pinrang 88 jalan Ahmad Yani dan di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan, Balikpapan, sertadi SPBU Pelita 2 Jalan Sultan Sulaiman dan Cafe Excelco Big Mall, Samarinda.

Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Arman Depari mengatakan berhasil menangkap lima tersangka yakni Daeng Ari, Rudi, Agus, Firman dan Tanco sebagai pengendali.

Berdasarkan keterangan para tersangka, rencananya narkotika akan diedarkan di Samarinda, Kutai Timur, Balikpapan dan sekitar Kaltim.

Jaringan itu juga berupaya membuka pasar baru dan menambah pasokan di wilayah Kaltim terkait dengan rencana pemindahan ibu kota RI ke Kaltim

Sabu yang dibawa dari Malaysia melalui Tarakan kemudian menggunakan jalur darat yang dikendalikan oleh Asri dengan pembeli.

Dari hasil penyelidikan di lapangan, tim berhasil mengamankan tersangka Firman dan Agus yang sedang menaiki mobil nomor polisi KT 8464 BO.

Mobil itu sedang parkir di Rumah Makan Pinrang 88 ketika dilakukan penggeledahan terhadap mobil tersebut.

Kemudian di bak belakang mobil kotak kayu besar warna hitam dan satu sak karung warna hijau serta satu sak karung warna putih berisi narkotika jenis sabu 38 Kg yang dikemas dengan lakban warna hitam dan abu - abu.

Yang memprihatinkan, dari lima tersangka satu adalah pejabat, yakni Firman sebagai Kepala Seksi Cegah Damkar Tarakan.

Baca juga: Kaltara butuh pusat rehabilitasi narkoba

Baca juga: Malaysia deportasi 25 WNI tersangkut narkoba



1.400 jalur tikus

Jika menengok kondisi perbatasan, khususnya Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, maka terlihat begitu berat tugas aparat keamanan dalam mengawasi dan menjaga masuknya Narkoba ke Indonesia.

Panjang wilayah perbatasan yang harus di kawal (perbatasan darat dari Serawak dan Sabah atau dari Kabupaten Malinau dan Nunukan) 1.038 kilometer.

"Pintu" peredaran Narkoba di Kaltara tercatat di 188 wilayah pesisir, 13 pelabuhan, lima bandara, 16 pegunungan, empat sungai, 1.400 jalur tikus (semua perairan melalui perahu kecil cepat bermotor) dan dua lapas.

Paling rawan adalah "pintu" di Pulau Sebatik.

Pulau Sebatik terbelah menjadi dua zona teritorial, yakni sebelah utara 187,23 km persegi milik Malaysia, sedangkan 246,61 km persegi dimiliki oleh Indonesia.

Sebagian wilayah Sebatik Malaysia jadi areal perkebunan sawit, sedangkan wilayah Indonesia jadi pemukiman warga.

Selain berbatasan di darat, Sebatik juga berbatasan langsung dengan perairan sehingga ada ribuan "jalan tikus" yang menghubungkan secara ilegal dua negara (Sebatik Indonesia-Tawau) dengan hanya menggunakan boad cepat (speebboad) berbadan kecil.

Lihat saja areal yang tidak jauh dari Pos Pengamanan Perbatasan Tapal 3 Sungai Aji Kuning. Di situ terdapat sungai kecil yang langsung ke perairan Tawau.

Selain melalui pintu resmi Pelabuhan Sungai Nyamuk, maka setiap hari ada penyeberangan melalui jalur-jalur tikus di Sungai Aji Kuning dan kawasan lain di Sebatik.

Tokoh masyarakat Nunukan Mansyur dan Sebatik Muhammad Nurdin (Bang Buaya) menyatakan upaya memerangi Narkoba tidak cukup dengan pendekatan hukum dan keamanan tetapi harus komprehensif.

Terutamanya, meningkatkan koordinasi lintas sektoral dengan membenahi berbagai bidang, antara lain pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur.

Termasuk kerja sama dengan Malaysia untuk bersama-sama mengawasi keamanan wilayah dan memutus jalan tikus. Ini masalah klasik yang sudah berlangsung sejak lama.

Selain itu, mereka menilai perlu kerja sama bidang perdagangan, pendidikan, ekonomi, dan tenaga kerja karena masalah Narkoba dikaitkan dengan masalah kemiskinan yang juga masalah klasik lain di perbatasan.

Melihat begitu kompleks masalah Kaltara seperti "darurat narkoba" dan persoalan di perbatasan maka wajar jika butuh dukungan semua pihak dalam mengatasinya.

Warga perbatasan berharap agar menteri-menteri terkait di Kabinet Indonesia Maju berbuat sesuatu dalam mengatasi berbagai "masalah klasik" di perbatasan.*

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019