Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kehutanan MS Kaban mengeluarkan dispensasi kepada sejumlah perusahaan yang berada di bawah koordinasi Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) untuk melakukan penebangan hutan di Riau meski proses verifikasi belum selesai. Bupati Pelalawan, Riau, Tengku Azmun Jaafar mengatakan hal itu ketika dimintai keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa, dalam perkara dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Pelalawan. Azmun membenarkan dirinya telah menerbitkan IUPHHK-HT untuk beberapa perusahaan. Berdasarkan aturan kehutanan, penerima izin IUPHHK-HT harus menunggu hasil verifikasi sebelum mengajukan Rencana Kerja Tahunan (RKT), sebuah dokumen yang menjadi dasar aktivitas penebangan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan. Namun, menurut Azmun, Dinas Kehutanan Provinsi Riau telah mengirimkan surat dispensasi bernomor 522.2/PK/762 dan 522.2/PK/2126 ke Departemen Kehutanan dalam kurun waktu Maret hingga Juni 2006. Azmun mengaku tidak mendapat tembusan atas surat permohonan RKT bagi sejumlah perusahaan pada 2006 itu. "Menteri Kehutananpun pernah mengeluarkan dispensasi BKUPHHK terhadap IUPHHK-HT yang bermitra dengan RAPP," kata Azmun di hadapan majelis hakim. Azmun menegaskan, surat dispensasi Menhut itu dituangkan dalam surat bernomor S.439/MENHUT/-VI/2006 tertanggal 17 Juli 2006 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau. "Dispensasi yang dimohonkan oleh Kepala Dinas Kehutanan atau diberikan oleh Menteri Kehutanan di atas membuat tahapan-tahapan proses perizinan tersebut tidak lagi mengikuti tahapan sebagaimana diatur dalam ketentuan teknis," kata Azmun menambahkan. Menurut Azmun, dispensasi yang dikeluarkan Menhut itu untuk memenuhi kebutuhan industri bahan bakar kayu. Kasus kehutanan di Pelalawan bermula ketika Azmun menerbitkan IUPHHK-HT bagi beberapa perusahaan, antara lain PT Madukoro, CV Alam Lestari, CV Harapan Jaya, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri, CV Bhakti Praja Mulia, dan CV Mutiara Lestari. Perusahaan-perusahaan bentukan tadi tidak memiliki komitmen dalam pengelolaan hutan lestari, tidak memiliki kemampuan finansial, serta tidak memiliki tenaga teknis seperti yang disyaratkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001. Setelah dilakukan survey dan studi kelayakan yang dibuat oleh masing-masing perusahaan, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan Azmun langsung menerbitkan IUPHHK-HT dalam kurun waktu Desember 2002 hingga Januari 2003 kepada 15 perusahaan, yaitu PT Merbau Pelalawan Lestari (5.590 hektar), PT Selaras Abadi Utama (11.690 hektar), PT Uniseraya (35.000 hektar), CV Tuah Negeri (1.500 hektar), CV Mutiara Lestari 4.000 hektar). Kemudian CV Putri Lindung Bulan (2.500 hektar), PT Mitra Tani Nusa Sejati (7.300 hektar), PT Rimba Mutiara Permai (9.000 hektar), CV Bhakti Praja Mulia (5.800 hektar), PT Triomas FDI (9.625 hektar). Selain itu PT Satria Perkasa Agung (12.000 hektar), PT Mitra Hutani Jaya (10.000 hektar), CV Alam Lestari (3.300 hektar), PT Madukoro (15.000 hektar), dan CV Harapan Jaya (4.800 hektar). Menurut Tim JPU, Azmun kemudian menawarkan pengambil alihan (take over) PT Madukoro dan CV Harapan Jaya kepada PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) karena menyadari kedua perusaan bentukan tadi tidak memiliki kemampuan mengelola areal hutan. Hal serupa juga dilakukan terhadap empat perusaan lain yang dijual kepada PT PKS. Perusahaan-perusahaan itu adalah CV Mutiara Lestari, CVB Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri, CVB Alam Lestari, dan CV Bhakti Praja Mulia. Tim JPU mendakwa Azmun telah memperkaya diri sebanyak Rp19,832 miliar melalui proses penerbitan izin dan pengambilalihan perusahaan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008