Reformasi terhadap sistem impor menjadi sangat penting dilakukan dalam rangka membangun sebuah regulasi menciptakan iklim usaha yang sehat sampai pada tingkat paling kecil, yakni usaha mikro yang beraset di bawah Rp50 juta dengan omset di bawah Rp300
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina mengatakan bahwa kebijakan terkait dengan sistem dan mekanisme impor perlu direformasi sehingga benar-benar memberikan manfaat yang luas bagi seluruh rakyat di Nusantara.

"Ada persoalan mendasar yang perlu diselesaikan dalam jangka panjang, yakni pengendalian impor yang dilakukan secara sistemik sehingga semua kebijakan yang keluar akan berpihak pada masyarakat," kata Nevi Zuairina dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.

Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, reformasi terhadap sistem impor menjadi sangat penting dilakukan dalam rangka membangun sebuah regulasi menciptakan iklim usaha yang sehat sampai pada tingkat paling kecil, yakni usaha mikro yang beraset di bawah Rp50 juta dengan omset di bawah Rp300 juta per tahun.

Ia berpendapat bahwa pemerintah  belum memberikan solusi yang memadai sehingga menjadikan produk dalam negeri tidak berkembang dan produk dari luar negeri membanjir, serta menghambat kreativitas dan inovasi anak bangsa.

Baca juga: Pemerintah kenakan BMTP untuk produk aluminium foil Impor

Hal tersebut, lanjutnya, merupakan persoalan besar bagi negara untuk membangun ekosistem usaha yang perlu diselesaikan dengan campur tangan negara.

"Kita ini sudah merdeka lebih dari 74 tahun ya. Pemerintahan sudah beberapa kali ganti. Namun produk unggulan kita yang muncul dari bawah, dari skala yang paling rendah, mikro, kecil atau menengah masih minim," katanya.

Padahal, lanjutnya, potensi keragaman usaha dan produk yang mampu dihasilkan oleh produsen nasional, bila digarap serius akan mampu bersaing dengan produk luar negeri dengan kualitas premium.

"Saya berharap, pemerintah mampu membuat formulasi untuk mereformasi kebijakan impor. Kebijakan impor atas dasar kuota selama ini sudah terbukti gagal karena menyebabkan disparitas yang sangat besar antara komoditas impor dengan produsen lokal," katanya.

Ia menunggu reativitas dari pemerintah untuk diusulkan kepada DPR agar muncul regulasi impor yang berujung kepada kesejahteraan rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan industrialisasi menjadi salah satu kunci untuk menekan defisit neraca perdagangan agar tidak banyak bergantung pada impor melalui pengembangan industri hulu.

Baca juga: Jokowi kritik pengadaan pacul di kementerian masih impor

"Industrialisasi sudah kami bicarakan lama tapi kenyataan sekarang ini masih banyak belum jalan. Pengembangan industri hulu, ini sekarang difokuskan," kata Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani saat hadir dalam forum Investasi dan Perdagangan Indonesia 2019 di Jakarta, Selasa (15/10).

Untuk menggenjot ekspor, ia mendorong diversifikasi pasar agar tidak banyak tergantung pada pasar atau negara utama tujuan ekspor.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat China dan Amerika Serikat merupakan dua negara pasar utama tujuan ekspor Indonesia.

"Sebenarnya minat banyak, sekarang bagaimana membuat itu (industrialisasi) terjadi. Kembali ke aturan main, jika pasar ada, negara tujuan pasar ada, kita mesti permudah bagi pelaku usaha baik impor dan ekspor karena kalau mau ekspor lebih besar perlu tetap impor," katanya.

Pengusaha itu menyebut Indonesia saat ini masih didominasi impor sebanyak 70 persen untuk bahan baku dan bahan penolong. Dengan industrialisasi, Shinta mengatakan kebutuhan impor bahan baku dan bahan penolong bisa ditekan.
 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019