Jakarta (ANTARA) - Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi mengaku belum mengecek keberadaan sejumlah desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

"Belum (ke desa), kalau ada perintah kita tuurun. Kalau tidak ada perintah kan kita tidak boleh 'cawe-cawe'. Jangan sampai kita salah kerja. Kita pasrahkan ke kepolisian, kejaksaan, KPK yang sudah ikut campur, menteri keuangan, menteri desa, tentu mereka punya kompeten kan," kata Mazi, di Jakarta, Jumat.

Senin lalu (4/11), Menteri Keuangan, Sri Mulyani, di hadapan Komisi XI DPR mengatakan muncul desa baru yang tidak berpenduduk hanya untuk mendapatkan dana desa.

Sebelumnya Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengungkap dugaan pengalokasian dana desa ke desa-desa yang diduga fiktif. Dugaan adanya desa-desa fiktif penerimaan dana desa itu sudah diketahui Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan. KPK menyampaikan ada 56 desa fiktif.

Di Kabupaten Konawe, terungkap ada 34 desa yang bermasalah, tiga desa di antaranya fiktif, sementara 31 desa lainnya, meskipun keberadaannya nyata, surat keputusan pembentukan desanya dibuat dengan tanggal mundur sebelum kebijakan moratorium dari Kementerian Dalam Negeri.

Desa-desa tersebut diidentifikasi tidak sesuai prosedur karena menggunakan dokumen yang tidak sah sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau daerah atas dana desa dan alokasi dana desa yang dikelola beberapa desa di Kabupaten Konawe tahun anggaran 2016 sampai dengan tahun anggaran 2018.

Desa yang terus mendapat kucuran dana, meski diketahui bermasalah, ialah Desa Ulu Meraka di Lambuya, Desa Uepai, dan Desa Moorehe, di Uepail.

KPK dan Polda Sultra telah melakukan gelar perkara pada 24 Juni 2019. Selanjutnya pada 25 Juni 2019, Febri mengatakan pimpinan KPK bertemu dengan Kapolda Sultra membahas supervisi dan pemintaan kepada KPK untuk memberikan bantuan berupa ahli.

"Saya belum terima laporan karena itu kan ditangani oleh penegak hukum. Kita serahkan semua ke Polda Sulawesi Tenggara untuk menyelesaikan masalah-masalah itu. Kita berikan mereka, dan kita berikan kepercayaan kepada mereka untuk menyelesaikan," kata Mazi.

Juga baca: Menteri Desa: Tidak ada desa fiktif

Juga baca: Polda Sultra dan Kemdagri usut dugaan adanya desa fiktif

Juga baca: KPK: Desa fiktif modus baru kejahatan keuangan negara

Namun Ali Mazi mengaku bersedia memberikan keterangan terkait kondisi desa-desa fiktif tersebut.

"Ya paling pemerintah daerah dimintai keterangan ya. Para pihak yang tentu tahu kejadian ketika itu, dimintai keterangan. Kalau kita diminta keterangan ya bersedia tapi karena saat itu saya belum menjabat gubernur. Kan saya baru gubernur setahun ini, peristiwa itu kan tahun 2015," tambah Ali Mazi.

Hingga saat ini, Ali Mazi pun masih menyerahkan seluruh proses terkait desa fiktif kepada aparat penegak hukum.

"Saya juga belum tahu karena saya belum dikonfirmasi, saya juga belum diberikan laporan karena ini kan ditangani oleh pihak kepolisian, kita tidak bisa masuk ke dalam itu," jelas Mazi.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Iskandar, pun membantah keberadaan desa fiktif itu. "Sejauh ini belum ada desa fiktif," kata Halim.

Alokasi dana desa diketahui terus meningkat, yakni Rp20,67 triliun pada 2015, Rp46,98 triliun pada 2016, Rp60 triliun pada 2017, Rp60 triliun pada 2018, Rp70 triliun pada 2019 hingga Rp72 triliun pada 2020 untuk sekitar 74.900 desa di Indonesia.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019