Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemanggilan ulang terhadap putra Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Yamitema Tirtajaya Laoly, dalam penyidikan kasus suap terkait dengan proyek dan jabatan di lingkungan Pemkot Medan pada 2019,  Senin (18/11).

Hal tersebut dilakukan setelah Yamitema kembali tidak memenuhi panggilan KPK yang dijadwalkan pada hari ini.

"Yang bersangkutan minta penjadwalan ulang, akan kami jadwalkan ulang pada tanggal 18 November 2019, pada hari Senin depan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.

KPK telah dua kali memanggil Yamitema sebagai saksi untuk tersangka Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan Isa Ansyari (IA).

Namun, dia memilih untuk tidak memenuhi panggilan tersebut lantaran surat resmi pemanggilan oleh KPK belum diterima.

Febri mengatakan bahwa KPK sebenarnya telah mengirim surat panggilan ke alamat rumah Yamitema yang tercatat di administrasi kependudukan. Namun, surat tersebut tidak sampai ke tangan Direktur PT Kani Jaya Sentosa itu.

Baca juga: Putra Yasonna Laoly tak penuhi panggilan KPK

Febri berharap Yamitema dapat memenuhi panggilan pemeriksaan pada hari Senin depan untuk menjelaskan terkait dengan informasi yang dia ketahui mengenai kasus suap proyek dan jabatan di lingkunga Pemkot Medan itu.

Namun, Febri enggan menjelaskan lebih lanjut terkait dengan keterlibatan Yamitema dalam kasus suap yang menyeret nama Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin tersebut.

"Kalau saksi dipanggil itu pasti ada bagian yang dia ketahui atau yang dia lihat, yang perlu didalami oleh penyidik terkait dengan pokok perkara. Persisnya apa saya belum tahu juga karena pemeriksaan baru akan dilakukan pada hari Senin depan," ucap Febri.

Sebelumnya, KPK telah melakukan pemanggilan terhadap Yamitema pada hari Senin (11/11). Namun, Direktur PT Kani Jaya Sentosa tersebut tidak memenuhi panggilan lantaran belum menerima surat pemanggilan pemeriksaan yang dikirim oleh KPK.

"Sebelumnya, surat panggilan ditujukan ke alamat yang tertera di adminduk (administrasi kependudukan). Namun, yang bersangkutan tidak ada di sana," kata Febri.

Sebelumnya, KPK pada hari Rabu (16/10) telah menetapkan Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin sebagai tersangka dugaan penerimaan suap bersama dua orang lainnya, yakni Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN) dan Kepala Bagian Protokoler kota Medan Syamsul Fitri Siregar (SFI).

Baca juga: KPK cecar istri Wali Kota Medan soal perjalanan dinas ke Jepang

Dzulmi ditetapkan sebagai tersangka setelah diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Medan bersama dengan Syamsul Fitri Siregar, Isa Ansyari, ajudan Wali Kota Medan Aidiel Putra Pratama, dan Sultan Sholahuddin pada hari Selasa (15/10).

Dalam perkara ini, Dzulmi diduga menerima sejumlah uang dari Isa Ansyari.

Pertama, Isa memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret sampai dengan Juni 2019. Pada tanggal 18 September 2019, Isa juga memberikan uang senilai Rp50 juta kepada Dzulmi.

Pemberian kedua terkait dengan perjalanan dinas Dzulmi ke Jepang yang juga membawa istri, dua orang anak, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan, Isa lalu memberikan uang sebesar Rp250 juta pada tanggal 15 Oktober 2019.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019