Jakarta (ANTARA) - Pebisnis ekspor perikanan dan Direktur Utama Toba Surimi Industries, Gindra Tardy, menginginkan regulasi yang membatasi ekspor sejumlah produk perikanan termasuk kepiting dapat dikaji ulang karena dinilai menghambat pertumbuhan usaha ekspor tersebut.

Gindra Tardy dalam rilis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang diterima di Jakarta, Rabu, memaparkan bahwa perusahaanya telah memproduksi berbagai produk perikanan ekspor berupa rajungan, olahan seafood beku, maupun kalengan sejak tahun 1998.

"Hampir semua produk itu ekspor. Mungkin hanya kurang dari 0,5 persen yang untuk lokal. Jadi, industri kami itu sangat padat karya," ucapnya.

Baca juga: Gubernur: Untung Rp2 triliun hilang jika tidak ekspor langsung

Hal tersebut dikemukakan Gindra saat menemui Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Kantor KKP, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Gindra memaparkan, saat ini ekspor kepiting soka yang dilakukan oleh Toba Surimi Industries harus terhenti sejak berlakunya Peraturan Menteri KP No 1/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan.

Regulasi itu dinilai pebisnis tersebut membatasi ekspor lobster, kepiting, dan rajungan dengan ukuran tertentu guna menjaga keberlanjutannya di alam dan meningkatkan nilai tambah.

Mengacu pada Permen tersebut, kepiting harus memenuhi standar berukuran berat di atas 200 gram atau lebar karapas di atas 15 cm untuk dapat diekspor. Di sisi lain, Gindra mengatakan bahwa sulit bagi kepiting soka untuk memenuhi standar tersebut sehingga ekspornya pun terhenti.

Baca juga: Kepiting bakau Seram Bagian Barat tembus pasar Singapura dan Malaysia

Untuk itu, Gindra berharap agar KKP dapat mengkaji ulang peraturan tersebut untuk menghidupkan kembali geliat ekspor kepiting soka Indonesia dalam industri global.

Menanggapi usulan ini, Menteri Edhy mengatakan bahwa dirinya akan mengkaji kembali aturan tersebut, sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk mengangkat sektor budidaya perikanan.

"Masalah kepiting soka sudah menjadi catatan kami. Kita akan perbaiki nanti tetapi kita minta waktu. Nanti kita akan mengundang stakeholders dan para ahli untuk mendengar berbagai pertimbangan," ucapnya.

Sebelumnya, pengamat perikanan Abdul Halim menyatakan jembatan komunikasi yang telah dan akan terus dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo harus dapat menghadirkan tujuan terciptanya sektor perikanan Nusantara yang berkelanjutan.

"Membangun komunikasi dengan pemangku kepentingan di sektor perikanan pada prinsipnya baik, sepanjang aturan mainnya disepakati untuk menghadirkan tata kelola perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab," kata Abdul Halim di Jakarta, Senin.

Untuk itu, menurut Abdul Halim yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu, juga penting menekankan orientasi apa yang dilakukan dalam komunikasi tersebut.

Selain itu, ujar dia, perlu pula disoroti aturan apa yang akan direvisi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019