Jakarta (ANTARA) - Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW)-Indonesia Moh Abdi Suhufan menyesalkan kenaikan suku bunga pinjaman dari 3 persen menjadi 6 persen per tahun yang diputuskan oleh Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP).

Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Rabu, menyatakan, kebijakan itu keliru dan tidak sejalan dengan semangat Presiden Jokowi yang ingin menggerakkan sektor kelautan dan perikanan. Hal tersebut juga bertentangan dengan prinsip dasar Badan Layanan Umum yang lebih memprioritaskan pelayanan kepada masyarakat, tanpa mengutamakan mencari keuntungan.

Menurut dia, kenaikan suku bunga tersebut akan berimplikasi pada makin menurunnya tingkat penyaluran dana LPMUKP dan akan menjadi insentif negatif bagi pelaku usaha kelautan dan perikanan.

"Kenaikan suku bunga tersebut membuat pelaku usaha kelautan dan perikanan menjadi tidak tertarik memanfaatkan pinjaman LPMUKP sebab bunga dan persyaratannya sama dengan bank konvensional yang mengelola dana KUR," kata Abdi.

Selain itu, ujar dia, kebijakan tersebut ke depannya juga akan semakin membuat LPMUKP dijauhi masyarakat dan makin tidak populer sebab tidak menawarkan sesuaitu yang baru dari aspek prosedur, layanan dan bunga kepada pelaku usaha.

Dengan kata lain, lanjutnya, Kebijakan tersebut kontradiktif dengan upaya pemerintah untuk memberikan alternatif pembiayaan usaha kelautan dan perikanan yang selama ini tidak bisa dilakukan oleh bank konvensional karena karakteristik usaha perikanan.

Sementara itu peneliti DFW-Indonesia Muhamad Arifuddin mengatakan seharusnya LPMUKP melakukan evaluasi untuk meningkatkan penyaluran dana kepada masyarakat dengan memperkuat pendampingan kepada calon nasabah.

"Strategi pendampingan dan profesionalisme tenaga pendamping LPMUKP yang perlu ditingkatkan agar mampu menarik pelaku usaha kelautan dan perikanan untuk memanfaatkan dana bergulir di LPMUKP," kata Arif.

Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu mengoptimalkan peran penyuluh perikanan untuk dapat bersinergi dan bekerjasama mensosialisasikan program dan skema LPMUKP kepada nelayan, pembudidaya dan pelaku usaha.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo akan mendorong penyerapan kredit usaha rakyat (KUR) nelayan setelah pemerintah memutuskan untuk menurunkan suku bunga KUR dari 7 persen menjadi 6 persen dan menambah plafon KUR menjadi Rp190 triliun.

Edhy mengatakan penurunan suku bunga dan penambahan plafon KUR yang mulai diterapkan pada 1 Januari 2020 itu dinilai akan mampu meningkatkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) milik para nelayan hingga dua kali lipat.

"Sektor kami, nelayan, aksesnya akan lebih banyak. Pembinaan akan kami rancang jadi para pelaku usaha di sektor ini yang perlu dan butuh akan lebih mudah diakses," katanya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (12/11).

Ia menargetkan penyerapan KUR bagi nelayan dapat meningkat hingga dua kali lipat dari realisasi 2019 yang sebesar Rp2,7 triliun meskipun masih perlu banyak pembinaan untuk bisnis sektor perikanan agar perbankan lebih mudah memberikan akses pendanaan kepada nelayan.

Edhy menegaskan pihaknya segera meminimalisasi risiko yang tinggi terhadap pembayaran KUR oleh sektor nelayan tersebut melalui pembinaan dan asistensi yang akan semakin gencar untuk dilakukan.

"Ini memang tugas kami untuk bisa meminimalisir resiko tapi kan karena ada ketidakpastian. NPL kita kan di bawah 1,5 persen jadi pengembaliannya yang macet di bawah 1,5 persen," katanya.


Baca juga: Suku bunga pinjaman tinggi sulitkan usaha nelayan
Baca juga: Menteri Susi: Turunkan suku bunga untuk nelayan

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019