Kita berpolitik secara keras sekali, padahal ujungnya bersatu kembali. Sekali lagi, ini hentakan bahwa dalam politik tak ada kawan atau musuh yang abadi. Yang abadi adalah kepentingan."
Jakarta (ANTARA) - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menilai bersatunya Joko Widodo dan Prabowo Subianto dalam pemerintahan secara tidak langsung mengajak seluruh kalangan agar berpolitik secara rileks.

"Kita tahu betapa Pilpres 2019 diwarnai dengan pembelahan politik yang mungkin paling keras dalam sejarah pemilu di Indonesia," katanya, di Jakarta, Rabu.

Baca juga: LSI: Kepercayaan publik atas lembaga negara turun efek Pilpres 2019

Baca juga: LSI Denny JA berharap Jokowi memperkuat politik reformasi

Baca juga: LSI: Demo mahasiswa tidak bertujuan gagalkan pelantikan Presiden

Baca juga: LSI Denny JA sebut 15 capres potensial di Pilpres 2024

Baca juga: LSI Denny JA dan LAPI ITB kerja sama program pendidikan opini publik


Hal itu disampaikannya di sela penyampaian hasil survei terkait turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara, serta penandatanganan kerja sama LSI Denny JA dengan SBM ITB.

Denny mengungkapkan pembelahan politik terjadi begitu kuat sehingga menyebabkan banyak komunitas terbelah, persahabatan menjadi rusak, hingga keluarga menjadi tegang.

Bahkan, data KPU menunjukkan provinsi dengan dominasi agama minoritas memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf, sementara provinsi yang didominasi muslim memenangkan Prabowo-Sandiaga Uno.

"Kita berpolitik secara keras sekali, padahal ujungnya bersatu kembali. Sekali lagi, ini hentakan bahwa dalam politik tak ada kawan atau musuh yang abadi. Yang abadi adalah kepentingan," katanya.

Bersatunya dua tokoh, yakni Jokowi dan Prabowo, kata dia, menjadi referensi yang paling kuat untuk ajang pesta demokrasi selanjutnya agar berpolitik secara rileks.

Diakui Denny, LSI menemukan efek Pilpres 2019 memang membuat kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara turun, seiring maraknya kampanye negatif, politisasi agama, dan masifnya penyebaran hoaks.

Namun di sisi lain, kata dia, LSI juga menemukan hal lain yang bisa ditafsirkan bertambah kuatnya situasi politik di Indonesia, yakni bersatunya dua capres setelah kontestasi Pilpres 2019.

"Situasi yang unik, aneh tapi nyata. LSI menganggap ini hal positif, untuk dua alasan. Pertama, bagian dari ikhtiar politik. Dalam bisnis dikenal koopetisi, gabungan antara kooperasi dan kompetisi," katanya.

Selain itu, kata Denny, bersatunya kedua tokoh sentral pada Pilpres 2019 itu membawa pesan kuat bagi seluruh masyarakat untuk berpolitik atau berkompetisi secara santai.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019