terlihat dari penerimaan perpajakan dari sektor korporasi yang mengalami pelemahan
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan APBN merupakan instrumen fiskal untuk menghadapi ancaman perlambatan ekonomi global sehingga tidak berdampak buruk bagi perekonomian nasional.

"Kondisi global yang melemah itu tidak dipungkiri mempengaruhi perekonomian Indonesia," kata Sri Mulyani saat penyerahan DIPA 2020 di Istana Negara Jakarta, Kamis.

Ia menyebutkan dampak dari kondisi global itu terlihat dari kegiatan ekonomi di beberapa sektor riil di Indonesia yang sudah mengalami perlambatan.

"Ini terlihat dari penerimaan perpajakan dari sektor korporasi yang mengalami pelemahan," katanya.

Menurut dia, laju pertumbuhan yang melemah ini harus dihadapi dan dinetralisasi, salah satunya yang menjadi instrumen paling penting adalah APBN sebagai instrumen fiskal sekaligus instrumen untuk melakukan "counter cyclical" terhadap pelemahan.

Baca juga: Sri Mulyani sebut akan gunakan instrumen fiskal tekan defisit

Dalam kesempatan itu, Menkeu mengatakan DIPA dan buku daftar dana alokasi transfer ke daerah dan dana desa merupakan dokumen APBN yang menjadi acuan bagi seluruh menteri, para pimpinan lembaga dan pemda dalam melaksanakan seluruh program pembangunan pemerintah dalam rangka mewujudkan visi misi Presiden Wapres Jokowi-Ma'ruf, yaitu Indonesia Maju.

Ia menyebutkan tahun 2020 merupakan tahun pertama dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, sehingga APBN 2020 memiliki peran strategis bagi pemerintah dan untuk secara bertahap mencapai sasaran-sasaran pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan visi Indonesia Maju pada 2045, yakni 100 tahun Indonesia Merdeka.

Dengan tekad itu, tema kebijakan fiskal tahun 2020 yang sudah dibahas dan disetujui DPR adalah "APBN untuk akselerasi daya saing melalui inovasi dan penguatan kualitas SDM."

Baca juga: Menkeu: instrumen fiskal penting untuk kelola ketidakpastian

Inovasi dan penguatan kualitas SDM adalah faktor yang sangat penting dalam menegakkan kerangka pembangunan yang kredibel, berkualitas, inklusif. Juga untuk memacu pertumbuhan ekonomi agar lebih tinggi dengan menggairahkan investasi dan ekspor. Juga dalam rangka mendorong daya saing nasional.

Menurut Menkeu, kondisi ekonomi ke depan masih akan dihadapkan pada ketidakpastian dan ancaman perlambatan perekonomian dunia, disertai melemahnya perdagangan, perang dagang, tensi geopolitik, dan perlambatan ekonomi di berbagai negara.

APBN dapat berfungsi sebagai stimulus untuk terus mendorong belanja negara yang efektif, inklusif, terukur, dan memiliki dampak langsung kepada masyarakat dan ekonomi, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Melalui kebijakan counter cyclical tersebut, Menkeu menyebutkan defisit APBN 2019 diperkirakan akan melebar hingga 2,2 persen dari PDB, dari rencana awalnya 1,84 persen dari PDB.

"Kita berharap langkah meningkatkan defisit ini dapat menjaga laju pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk dijaga di atas 5 persen," katanya.

Baca juga: Presiden Jokowi minta DIPA 2020 dibelanjakan secepatnya

Sementara untuk 2020, pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi dapat mendekati 5,3 persen.

Melalui program pembangunan yang mendukung kesejahteraan rakyat dan pemerataan, beberapa indikator juga akan terus ditargetkan menjadi lebih baik pada tahun 2020.

"Tingkat kemiskinan ditargetkan berkisar 8,5-9 persen. Kalau ini terjadi, kembali Indonesia akan mencetak sejarah kemiskinan di bawah 9 persen," katanya.

Tingkat ketimpangan diharapkan akan terus menurun ke 0,375 - 0,38 dan pengangguran diharapkan menuju pada kisaran 4,8-5 persen.

Baca juga: Presiden Jokowi akan serahkan DIPA 2020 hari ini

Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran pembangunan dan momentum pembangunan pemerintah mengarahkan 5 program prioritas dalam APBN yang didanai secara prioritas. Yaitu pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan segala bentuk kendala regulasi dan policy, transofrmasi ekonomi dan penyederhanaan birokrasi.

Menkeu menyebutkan belanja negara pada tahun 2020 direncanakan sebesar Rp2.540,4 triliun. Dari keseluruhan belanja negara tersebut, Rp909,6 triliun dialokasikan untuk 87 kementerian/lembaga.

"Selain itu, ada Rp856,9 triliun anggaran transfer ke daerah dan Dana Desa," katanya.

Ia merinci alokasi dana tersebut adalah Dana Alokasi Umum (DAU) Rp427,1 triliun, Dana Bagi Hasil Rp117,6 triliun, Dana Transfer Khusus Rp202,5 triliun, Dana Insentif Daerah Rp15 triliun, Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY Rp22,7 triliun dan Dana Desa Rp72 triliun.

Baca juga: Pemerintah salurkan Rp42,2 triliun dana desa per Agustus 2019

Pewarta: Agus Salim
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019