Pangkalpinang (ANTARA News) - Sejumlah smelter atau perusahaan industri pengolahan bijih timah di Provinsi Bangka Belitung (Babel), diduga "menadah" timah ilegal dari penambang tanpa izin. "Kalau penambang tanpa izin marak, tentu hasil bijih timah yang dihasilkannya ada yang nampung yaitu smelter. Tidak mungkin lah pedagang pengumpul lada di pasar yang membeli timah,logikanya kan begitu," ujar Ketua DPRD Babel, Munir Salah di Pangkalpinang, Kamis. Menurut dia,bisnis timah ilegal di Babel bagaikan mata rantai saling menguatkan dan menguntungkan. Sehingga sulit memutus mata rantai itu, sepanjang tidak ada komitmen bersama dari "stake holder" terutama aparat kepolisian. "Sebagian smelter tentu diuntungkan bisa menadah timah ilegal dari hasil tambang inkonvensional (TI) milik rakyat dengan harga lebih murah dan dilepas dengan harga tinggi. Secara hitung-hitungan bisnis jelas sangat menguntungkan pihak penadah," ujarnya. Sementara, masyarakat juga tergiur oleh penghasilan timah yang cukup tinggi ketimbang penghasilan lain dari bertani lada, karet dan sawit. "Disamping itu mereka juga mudah menjual hasil bijih timahnya kepada kolektor dan kemudian dilepas ke sejumlah smelter," ujarnya. Praktik penambangan dan transaksi timah ilegal di Bangka Belitung sudah sejak lama. Namun penambang-penambang ilegal itu mulai marak sejak 1998 hinga sekarang. "Transaksi timah ilegal tidak rahasia lagi di daerah ini, namun belum ada tindakan lebih kongkrit dari pihak berkompoten seperti Dinas Pertambangan dan aparat kepolisian dalam upaya memberantas penambang tanpa izin dan pengusaha timah sebagai penadah," ujarnya. Sementara itu, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Babel, Noor Nedi,mengatakan,ada simbiosis antara penambang ilegal dengan sejumlah smelter di daerah itu. "Mereka saling menguntungkan, sehingga terus menguat,marak dan semakin meraja lela.Kami terus berupaya melakukan penertiban terhadap penambang tanpa izin, dengan menurunkan tim ke daerah kabupaten mengawasi dan menertibkan penambangan tanpa izin," ujarnya. Ia mengakui pihak pemerintah bertanggungjawab dalam melakukan penertiban terhadap penambang timah ilegal dan sejauh ini hal itu sudah dilakukan. "Penertiban yang kami lakukan lebih mengarah kepada pembinaan karena ini menyangkut mata pencaharian masyarakat. Aspek kemanusiaan juga harus menjadi perhatian, apalagi untuk saat ini timah satu-satunya mata pencaharian andalan masyarakat," ujarnya. Namun,kata dia,secara tegas tetap mengawasi transaksi jual beli timah illegal di daerah itu dengan upaya menghimpun masyarakat penambang timah untuk dimasukan menjadi mitra PT Timah dan PT Koba Tin. "Sekarang ini, tercatat 100 mitra dan 3.912 tambang timah berskala kecil sudah bermitra dengan PT Timah. Mereka sebelumnya penambang liar, kemudian kami bina dan menjadi mitranya PT Timah," ujarnya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008