Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika terus memantau gempa susulan yang terjadi di Laut Maluku di Maluku Utara, Bali, dan Ambon untuk memastikan aktivitas gempa bumi yang terjadi di wilayah tersebut.

Berdasarkan siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, hasil pemantauan BMKG hingga Sabtu 16 November pukul 18.00 WIB telah  terjadi 185 kali aktivitas gempa susulan (aftershocks) dalam berbagai variasi magnitudo dan kedalaman usai gempa utama magnitudo 7,1 yang terjadi di Laut Maluku pada Kamis (14/11).

Gempa susulan Laut Maluku terjadi dengan magnitudo paling besar 6,1 dan terkecil 2,7. Dari 185 kali gempa bumi susulan tersebut, hanya 10 gempa susulan yang guncangannya dirasakan masyarakat.

Baca juga: Gempa di Laut Maluku punya sejarah merusak

Gempa Laut Maluku memiliki tipe dengan diawali guncangan pendahuluan (foreshocks) dengan kekuatan yang lebih rendah, kemudian terjadi gempa utama (main shock) dengan kekuatan besar, selanjutnya diikuti oleh serangkaian aktivitas gempa susulan.

Sebelum terjadi gempa utama pada Kamis (14/11) pukul 23.17 WIB di sekitar lokasi episenter gempa utama telah terjadi dua kali aktivitas gempa pada 12 November 2011 pukul 15.11 WIB dengan magnitudo 4,4 dan pada 13 November 2019 pukul 18.18 WIB dengan magnitudo 3,4.

Pada hari yang sama saat petang pukul 17.21 wilayah Bali Utara juga diguncang gempa dengan magnitudo 5,0. Gempa yang sempat membuat panik masyarakat Bali ini juga diikuti oleh serangkaian gempa susulan.

Hingga Sabtu 16 November pukul 18.00 WIB tercatat sebanyak 100 kali gempa susulan. Gempa Bali Utara juga didahului oleh gempa pendahuluan pada pukul 17.09 WIB dengan magnitudo 4,4 dan pukul 17.10 WIB dengan magnitudo 4,6.

Baca juga: Kekuatan gempa Maluku setara 30-40 kali bom atom Hiroshima

Jauh hari sebelumnya, Ambon dan sekitarnya juga diguncang gempa magnitudo 6,5 pada 26 September 2019. Gempa ini sangat destruktif dan menimbulkan korban jiwa. Hingga hari ini 16 November 2019 pukul 18.00 WIB, BMKG masih mencatat aktivitas gempa susulan hingga sebanyak 2.345 kali dengan magnitudo terbesar 5,6 dan terkecil 3.0. Gempa susulan yang guncangannya dirasakan oleh masyarakat terjadi sebanyak 269 kali.

Gempa Ambon juga didahului oleh serangkaian gempa pendahuluan. Sebelum terjadi gempa utama, BMKG mencatat rentetan gempa pendahuluan dengan magnitudo antara 1,5-3,5 sebanyak 30 kali sejak 28 Agustus 2019.

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono menegaskan bahwa gempa di ketiga wilayah tersebut berbeda-beda sumber dan tidak saling berkaitan kendatipun memiliki tipe gempa bumi yang serupa.

Gempa Laut Maluku dipicu oleh adanya deformasi batuan dalam Lempeng Laut Maluku, Gempa Bali dibangkitkan oleh sumber gempa Sesar Naik di Utara Bali, dan Gempa Ambon terjadi akibat aktivitas sesar aktif yang belum terpetakan sebelumnya.

Selain berbeda dalam sumber gempa, ketiga gempa tersebut juga berbeda dalam mekanisme sumbernya. Gempa Laut Maluku memiliki mekanisme sumber sesar naik (thrust fault), Gempa Utara Bali memiliki mekanisme sumber kombinasi pergerakan dalam arah mendatar dan naik (oblique thrust), dan Gempa Ambon memiliki mekanisme sesar geser (strike slip).

Baca juga: Tata ruang Maluku harus mengadaptasi penanggulangan bencana
Baca juga: Tanggap darurat gempa Malut belum ditetapkan, sebut BPBD

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019