Kupang (ANTARA) - Ahli dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang, Msi mengatakan, fenomena radikalisme tidak hanya terpapar bagi masyarakat kelas menengah ke bawah saja, namun sudah mewabah pada kelas menengah ke atas, khususnya di lingkungan TNI/Polri dan Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Sebagai sebuah paham, radikalisme menjustifikasi perubahan sistem sosial dan politik dengan cara-cara kekerasan. Jika ideologi ini menjadi  pola pikir oknum TNI/POLRI dan ASN, maka harus diwaspadai agar tidak terjadi pola gerakan dari dalam," kata Ahmad Atang kepada ANTARA di Kupang, Senin.

Dia mengemukakan hal itu ketika dimintai pandangan seputar adanya oknum TNI/POLRI dan ASN yang terpapar paham radikalisme, dan bagaimana melakukan deteksi dini.

Ahmad Atang mengatakan, untuk mendeteksinya, tidak harus difahami dari sisi simbolik seperti cara berpakaian dalam bentuk cadar atau celana cingkrang, berjenggot dan sebagainya.

Alasannya karena tidak semua yang memakai pakaian cadar, celana cingkrang maupun yang berjengkot terindikasi radikalis, kata mantan Pembantu Rektor I UMK itu.

"Negara tidak harus sensitif terhadap simbolisme agar tidak menjadi tertuduh oleh publik," kata Ahmad Atang.

Namun negara harus bersikap lebih manusiawi agar dapat mengidentifikasi gerakan radikal dalam tubuh birokrasi, TNI dan Polri, kata Ahmad Atang.

Dengan begitu kata dia, oknum yang sudah terpapar radikalisme tidak membangun kekuatan, dan melakukan perlawanan terhadap negara dari dalam. 

Baca juga: Akademisi: Perbaiki iklim kehidupan warga untuk cegah radikalisme

Baca juga: Pakar: Cegah berkembangnya radikal pasif menjadi aktif

Baca juga: Akademisi sebut radikalisme ancaman nyata

Baca juga: Penyebaran pemikiran radikal disumbang lemahnya media dan pendidikan

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019