Bandar Lampung (ANTARA) - Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten Lampung Tengah I Ketut Suwendra menyampaikan curahan hati tentang sejumlah persoalan yang dihadapi umat Hindu di daerahnya kepada rombongan awak media dari Pulau Dewata.

"Kami sangat minim buku-buku pelajaran agama Hindu dari jenjang SD sampai SMA. Satu kabupaten hanya mendapatkan 20 buku pertahun," kata Suwendra saat menerima rombongan awak media yang mengikuti kegiatan Media Informasi Pembangunan (Press Tour) Pemprov Bali, di Sekretariat PHDI Lampung Tengah, Selasa.

Oleh karena jumlah buku pelajaran agama Hindu yang jumlahnya sangat minim tersebut, membuat siswa harus memfotokopi karena untuk satu kelas hanya mendapatkan satu buku.

Tak berhenti sampai di situ, ketika ada perubahan buku pelajaran sering tidak sampai ke sekolah, sehingga menjadi tidak "nyambung" dengan materi yang diujikan.

"Kami sudah berkomunikasi dengan Dirjen Bimas Hindu dan juga PHDI Pusat terkait persoalan ini," ujar Suwendra sembari berharap segera mendapat jawaban.

Masih terkait dengan pendidikan, jumlah guru agama Hindu di Lampung Tengah juga sangat tidak berimbang dengan peserta didik.

Data terakhir, jumlah guru agama yang berstatus PNS di Lampung Tengah sebanyak 134 orang dan tiga kali dari jumlah tersebut yang berstatus honorer. Sementara jumlah siswa dari SD, SMP, SMA/SMK yang beragama Hindu sekitar 20 ribu jiwa.

"Lampung Tengah ini kabupaten di Provinsi Lampung yang terbanyak umat Hindunya yakni sekitar 18 ribu KK atau 100 ribu jiwa. Umat Hindu tersebar di 23 kecamatan dan tidak hanya umat Hindu dari Bali saja, tetapi di sembilan kecamatan merupakan umat Hindu dari suku Jawa," ujarnya.

Baca juga: Bupati buka festival ogoh-ogoh terbesar di Lampung


Pemaknaan ritual

Kepada puluhan awak media yang dipimpin oleh Asisten Administrasi Umum Pemprov Bali I Wayan Suarjana didampingi Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Bali Anak Agung Oka Sutha Diana itu, Suwendra pun menyampaikan pihaknya berupaya memantapkan pemahaman umat mengenai pemaknaan ritual keagamaan.

"Dengan sejumlah kegiatan 'pasraman' kepada pemangku (pemimpin/tokoh agama) dan serati (pembuat sesajen/sarana ritual) kami menginformasikan bahwa tidak harus selalu mengejar pelaksanaan ritual dengan tingkatan yang paling utama atau besar (utamaning utama), tetapi sesungguhnya ritual dapat dipilih dari sembilan tingkatan yang ada disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki," katanya.

Bahkan di daerah setempat sudah pernah digelar acara Pitra Yadnya atau Ngaben massal dengan biaya Rp500 ribu untuk setiap peserta Ngaben.

Menyikapi minimnya buku-buku agama, pihaknya juga sempat membuat buku saku yang dibagikan kepada peserta kegiatan "pasraman" atau pendidikan informal terkait agama.

Menurut Suwendra, Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah juga cukup menaruh perhatian kepada umat Hindu.

Tak hanya memberikan anggaran kepada PHDI, namun juga hadir dalam sejumlah acara besar ritual umat Hindu. Toleransi antar-umat beragama di Lampung Tengah juga sangat baik, diantaranya para "pecalang" atau petugas pengaman adat dari umat Hindu juga ikut mengamankan shalat Id Idul Fitri dan misa Natal.

Di sisi lain dengan sejumlah wakil rakyat beragama Hindu dari Lampung Tengah yang berhasil duduk di DPR RI, DPRD Provinsi Lampung dan DPRD Kabupaten Tengah, diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan aspirasi umat Hindu khususnya di Lampung Tengah.

Ia juga menjelaskan bahwa Pemprov Bali sudah memberikan perhatian kepada warga terutama kalangan muda dengan memberikan beasiswa Bidikmisi dengan menempuh pendidikan di sejumlah universitas negeri di Bali.

Baca juga: Umat Hindu di Lampung peringati Hari Saraswati


Apresiasi

Sementara itu, Asisten Administrasi Umum Pemprov Bali I Wayan Suarjana menanggapi PHDI Lampung Tengah, menyatakan apresiasinya atas semangat masyarakat Bali di perantauan yang masih tetap mempertahankan adat dan tradisi Hindu.

"Meskipun terdapat berbagai tantangan, saya harap semangat beragama dan beryadnya bisa dipertahankan," ujarnya.

Suarjana juga menyambut positif langkah masyarakat Lampung yang menggelar upacara yadnya atau ritual keagamaan sesuai kemampuan.

"Jangan beryadnya dengan menjual aset, lakukanlah sesuai dengan kemampuan masing-masing," katanya seraya mengapresiasi langkah masyarakat dalam menggelar upacara ngaben massal demi menghemat biaya.

Menurut mantan Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Bali itu, yang terpenting adalah maknanya, bukan seberapa besar biaya yang dikeluarkan.

Ia juga berpesan kepada masyarakat Hindu di Lampung untuk selalu menjaga kerukunan dengan menghormati adat istiadat setempat. "Di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung. Mari kita perlihatkan wajah Bali yang penuh toleransi dan ramah kepada masyarakat setempat," ucapnya.

Mengenai mahasiswa dari Lampung yang menempuh pendidikan tinggi di Bali, Suarjana berharap agar mereka membuat perkumpulan, sehingga memudahkan komunikasi antara Pemprrov Bali dengan masyarakat Bali di Lampung.

"Dengan membentuk perkumpulan tersebut akan memudahkan komunikasi dengan masyarakat Bali di Lampung. Sehingga berbagai bantuan yang dibutuhkan bisa segera tersalurkan," ucapnya.

Mengacu pada salah regulasi dari Kemendagri juga memungkinkan Pemprov Bali memberikan bantuan keluar daerah, asalkan sebelumnya ada pengajuan proposal dan disampaikan paling lambat bulan Maret sebelum tahun berjalan. "Apalagi komitmen Gubernur Bali Wayan Koster terhadap pelestarian adat dan budaya sangat tinggi," ucapnya.

Seusai berbincang-bincang dengan jajaran PHDI dan Wanita Hindu Dharma Indonesia Lampung Tengah, rombongan media dari Bali juga mengikuti persembahyangan bersama di Pura Jagat Karana di Kecamatan Seputih Raman, Lampung Tengah.*
Asisten Administrasi Umum Pemprov Bali I Wayan Suarjana didampingi Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Bali AA Sutha Diana, Ketua PHDI Lampung Tengah I Ketut Suwendra dan jajarannya berfoto bersama dengan para awak media dari Bali di Pura Jagat Karana (Antaranews Bali/Ni Luh Rhisma/2019)

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019