Solo (ANTARA) - Pelatih kepala Prawira Bandung Giedrius Zibenas mengaku tak ragu mendamprat para pemainnya seusai dipecundangi Satria Muda Pertamina Jakarta 43-66 dalam laga pertama Piala Presiden Bola Basket di GOR Sritex Arena, Solo, Rabu.

"Pertama-tama, saya biasanya tidak takut menyalahkan diri sendiri atas sebuah kekalahan," kata pelatih yang akrab disapa Gibi itu selepas pertandingan.

"Namun hari ini kondisinya tidak begitu. Tidak ketika tim Anda hanya bisa mencetak 15 dari 65 tembakan dengan akurasi cuma 23 persen," ujarnya menambahkan.

Baca juga: Arki pimpin Satria Muda atasi Prawira di Piala Presiden

Gibi mengeluhkan betapa para pemain Prawira gagal mencetak poin dari situasi lay-up yang terlihat mudah bahkan dari sektor lemparan bebas juga gagal.

Statistik pertandingan mencatat Prawira hanya memperoleh 10 poin dari 23 kesempatan lemparan bebas, yang jika dibandingkan dengan Satria Muda bak jurang teramat dalam sebab lawannya mengemas 24 poin dari 29 kali situasi serupa.

"Tidak juga ketika dua penembak terbaik tim ini, Arif Hidayat dan Diftah Pratama, melepaskan tembakan tripoin dari situasi yang begitu terbuka lebar tapi bola mereka bahkan tidak menyentuh keranjang," kata Gibi.

"Mohon maaf, ketika itu semua terjadi, saya akan mendamprat para pemain. Ini tidak bisa diterima," ujarnya menegaskan.

Gibi menilai perkara angka yang terpampang di papan skor ketika bel tanda laga usai berbunyi bukanlah alasan utama kekalahan Prawira dari Satria Muda di laga kali ini.

"Kami tidak kalah karena poin, tapi akibat mental, karakter dan sedikit faktor fisik. Itu sangat menyakitkan bagi saya," katanya.


Membuka mata

Bagi Gibi pertandingan melawan Satria Muda seharusnya membuka mata bukan hanya para pemainnya tetapi juga khalayak penikmat basket Indonesia pada umumnya.

"Tentu saja. Dari pertandingan tadi, kami tahu siapa diri kami, sebelumnya tidak," kata Gibi ketika ditanya adakah aspek positif yang bisa dipetik dari kekalahan melawan Satria Muda.

"Semua orang membicarakan kami seolah-olah tim favorit. Inilah kami senyatanya. Ini langkah pertama untuk memahami siapa diri kami sebenarnya," ujarnya menambahkan.

Baca juga: Giedrius Zibenas, pewujud mimpi lama bos Stapac berbuah gelar juara

Anggapan Prawira sebagai kubu favorit menyongsong musim baru IBL tidak lepas dari kedatangan Gibi ke tim asal Bandung itu.

Pasanyal, Gibi punya rekam jejak positif dalam musim perdananya berkarier di Indonesia, yakni membawa Stapac Jakarta menjadi juara dan mengejutkan peta persaingan dengan pola permainannya yang mengandalkan pertahanan man to man hampir sepanjang laga penuh.

Ketika Stapac memutuskan mundur dari IBL karena kekurangan pemain yang sebagian besar ditarik memperkuat tim nasional Indonesia dengan proyek jangka panjangnya, Gibi yang punya opsi perpanjangan kontrak satu tahun harus melupakan berbagai rencananya dengan klub itu.

Ia tetap memutuskan kembali ke Indonesia, menerima tantangan baru yakni menakhodai Prawira.

Namun, Prawira tetap bukanlah Stapac. Setidaknya, jika membandingkan komposisi pemain pun hasil musim lalu membuktikan ada perbedaan.

"Saya pikir kami belum siap menaiki panggung ini, kami belum siap menghadapi laga-laga besar," kata Gibi.

"Para pemain saya masih telalu lembek. Mereka seperti sekumpulan anak remaja baik-baik, tapi remaja baik-baik tidak akan memenangkan sebuah pertandingan," pungkasnya.

Gibi kini dihadapkan pada harapan perubahan instan dari penampilan para pemain Prawira menjelang laga melawan Louvre Surabaya dalam pertandingan terakhir penyisihan Grup C pada Kamis siang.

Kemenangan jadi syarat wajib bagi Gibi dan Prawira jika masih ingin melanjutkan kiprahnya di Piala Presiden Bola Basket.

Baca juga: Arki tegaskan Satria Muda masih cari kepaduan di bawah pelatih anyar

Baca juga: Momentum vs konsentrasi, beda reaksi pelatih Hangtuah dan Satya Wacana

Baca juga: Menang relatif mudah, Pelita Jaya mau nikmati gim kedua Piala Presiden

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2019