Jakarta (ANTARA) -
Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan menilai sistem pengawasan lalu lintas DKI Jakarta masih konvensional sehingga kurang optimal menjaga kondusivitas pengendara.
 
"Jakarta itu kota metropolitan, tapi sistem pengawasan lalu lintasnya masih sangat konvensional dengan mengandalkan manusia yang rentan 'human error'," katanya di Jakarta, Kamis.
 
Pernyataan itu dikemukakan Tigor menyikapi masih banyaknya pelanggar lalu lintas seperti yang baru-baru ini terjadi di koridor TransJakarta, Setiabudi, Jakarta Selatan.
 
Dalam kejadian itu, segerombolan pemotor di lintasan TransJakarta menghadang laju bus untuk menghindari razia polisi di depan mereka.
 
Pengamat dari Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) itu menilai sudah saatnya Jakarta menerapkan sistem penegakan hukum secara elektronik melalui pemasangan kamera pengawas (CCTV) di seluruh koridor kendaraan.

Baca juga: Ini sikap Transjakarta pada gerombongan pemotor penghindar razia
Baca juga: Sedikitnya 15 pemotor ditilang karena melintasi jalur sepeda di Jaktim
 
CCTV tersebut dipasang di sejumlah akses lintasan umum seperti koridor bus, jalan umum, jalur sepeda hingga pedestrian yang diintegrasikan dengan tilang elektronik Kepolisian.
 
"Dirlantas Polda Metro Jaya sudah menggunakan sistem tilang elektronik. Tinggal diintegrasikan saja dengan CCTV Dishub," katanya.
 
Menurut Tigor, CCTV sebagai mata elektronik lalu lintas dapat menangkap segala bentuk pelanggaran lalu lintas, termasuk kejahatan jalanan.
 
"Pasang secara massif di seluruh lintasan pengendara. Kalau sistem elektronik tidak akan ada tebang pilih, gak peduli pejabat atau keluarganya, semua sama di mata hukum," kata Tigor.
 
Dikatakan Tigor alokasi dana bagi pengadaan CCTV diperkirakan kurang dari Rp1 triliun. Namun dia memastikan hasilnya akan jauh lebih efektif dibanding pengawasan secara konvensional seperti sekarang.
 
"Negara-negara maju sudah menerapkan sistem penegakan hukum secara elektronik. Misalnya di Washington DC, China dan sebagainya," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019