...itu adalah pilihan-pilihan politik hukum
Jakarta (ANTARA) - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menegaskan sistem pemilihan kepala daerah merupakan pilihan-pilihan dalam politik hukum, baik pilkada asimetris, pilkada langsung, maupun tidak langsung.

"Kalau dari sisi hukum tata negara, baik (pilkada) langsung, enggak langsung, asimetris, itu adalah pilihan-pilihan politik hukum," katanya, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis.

Yang perlu digaris bawahi, tegas dia, apapun pilihannya harus dipegang teguh prinsip-prinsip penegakan hukumnya, yakni jujur dan adil, tanpa politik uang, dan tak ada praktik koruptif.

Baca juga: Mendagri: Perlu kajian akademis evaluasi Pilkada langsung
Baca juga: Pilkada Asimetris dinilai paling cocok untuk Indonesia


"Itu yang penting. Apapun sistem pemilunya," kata Guru Besar Tamu pada Fakultas Hukum dan Fakultas Sospol, Universitas Melbourne, Australia itu.

Diakui Denny yang pernah menjadi Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu, masyarakat sepertinya masih menaruh harapan besar terhadap pilkada langsung.

"Saya baca keinginan masyarakat saat ini tetap yang (pilkada) langsung, sebab ada partisipasi masyarakat," katanya.

Namun, Denny mengingatkan sistem pilkada langsung memang harus dibenahi, utamanya pada sisi anggaran agar tidak terlalu mahal serta meminimalkan praktik yang koruptif.

"Praktik politik yang koruptif itu harus di sikapi dengan perbaikan serius dan mendasar," katanya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan tengah mengkaji sejumlah opsi sebagai solusi atas evaluasi pilkada langsung, salah satu opsinya adalah pilkada asimetris.

Pilkada asimetris yang dimaksud adalah sistem yang memungkinkan adanya perbedaan mekanisme penyelenggaraan pilkada antardaerah.

Perbedaan mekanisme penyelenggaraan dimungkinkan karena suatu daerah memiliki karakteristik tertentu, seperti kekhususan dalam aspek administrasi, budaya, atau aspek strategis lainnya.

Selama ini, pilkada asimetris sudah berjalan dengan adanya perbedaan sistem pilkada di sejumlah daerah, misalnya DKI Jakarta, Aceh, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan seiring wacana itu bakal diperluas ke daerah-daerah lain.

Baca juga: Revisi UU Pilkada, Denny Indrayana: Antisipasi politik uang

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019