Tarakan, Kalimantan Utara (ANTARA) - Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Ramah Lingkungan Kota Tarakan, Kalimantan Utara, mampu berinovasi dengan mengolah minyak jelantah atau limbah minyak goreng menjadi sumber energi terbarukan yakni biodiesel.

"Saat ini sudah mampu produksi 50 liter biodiesel per bulan baik untuk B20 maupun B50," kata Sardji Sarwan, Ketua KSM Ramah Lingkungan kepada wartawan yang berkunjung ke tempat kerjanya di Kampung VI Kota Tarakan, Kamis.

Menurut lelaki berumur 68 tahun ini, sejatinya KSM Ramah Lingkungan dibentuk sebagai depo bank sampah warga pada 2008. Ada sekitar 895 rumah atau 1.300 Kepala Keluarga (KK) dari 13 Rukun Tetangga (RT) Kampung VI Tarakan, yang dilayani Sardji bersama 9 orang anggotanya.

Baca juga: Riset: minyak jelantah bisa diubah menjadi surfaktan

KSM Ramah Lingkungan rata-rata mengangkut 4,5 ton sampah warga per hari. Sampah tersebut kemudian dipilah hingga menjadi sekitar 0,5 ton per hari yang mempunyai nilai jual. Sisanya dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah pilahan tersebut oleh Sardji dan kelompoknya dijadikan pupuk kompos dan bahan-bahan daur ulang hingga bioetanol dari hasil penyulingan atau distilasi sampah organik rumput laut.

Belakangan, Sardji dan anggota kelompoknya juga mengembangkan pengolahan minyak jelantah menjadi bahan bakar biodiesel. Berbahan dasar minyak jelantah dengan campuran bioethanol dari limbah rumput laut dan soda api, biodiesel KSM Ramah Lingkungan justru menyelamatkan lingkungan.

"Seperti yang kita ketahui minyak jelantah bila dibuang dapat merusak tanah dan air, sedangkan limbah rumput menyebabkan polusi udara," kata Sardji yang juga pensiunan pegawai Pertamina EP Bunyu ini.

Baca juga: Mahasiswa UGM kembangkan biogasoline dari minyak jelantah

Sardji sempat bimbang setelah dari studi bandingnya ke Bogor, Jawa Barat, ternyata harga mesin untuk mengolah minyak jelantah tersebut mencapai Rp200 juta per unitnya. Akhirnya ia memutuskan untuk membuat sendiri instalasi pengolahan minyak jelantah tersebut dengan dukungan dari Pertamina EP Tarakan Field.

Dengan mendesain sendiri alat tersebut, Sardji hanya menghabiskan dana Rp60 juta. "Biaya segitu sudah dapat empat alat yaitu untuk pengolahan biomassa, biogas, bioetanol dan biodiesel," katanya.

Kemudian untuk bahan bakunya, Sardji mendapatkan minyak jelantah dari warga sekitar Kampung VI Tarakan, dengan cara barter. "Setiap 5 liter jelantah ditukar dengan 1 liter minyak goreng murni," kata Sardji.

Menurut dia, biodiesel produksi KSM Ramah Lingkungan setara dengan produk BBM Pertamina Dex. Bedanya biodiesel yang ia buat hanya butuh biaya Rp8.000 per liter sehingga bisa dijual dengan harga Rp11.000per liter. Harga Pertamina Dex di SPBU bisa mencapai Rp11.700 - Rp11.800 per liter.
Produk bahan bakar biodiesel B20 dari minyak jelantah yang diproduksi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Ramah Lingkungan Kota Tarakan, Kalimantan Utara. ANTARA/Faisal Yunianto.


Ia mengatakan hingga saat ini biodiesel produksinya baru digunakan untuk kebutuhan sendiri dan dijual ke kalangan terbatas. Antara lain untuk bahan bakar mesin pencacah plastik, genset dan sebagian dibeli oleh Pertamina untuk dibawa ke tapal batas.

Dari hasil penjualan berbagai produk,KSM Ramah Lingkungan Tarakan mampu membiayai sendiri operasional kerja termasuk untuk membayar gaji 9 pegawainya yang rata-rata mencapai Rp2 juta per orang setiap bulannya. Jadwal kerjanya 4 jam sehari mulai pukul 8-12 siang.

Sementara itu, Assistant Manager Legal & Relation PT Pertamina EP Tarakan Field Enriko Estrada Hutasoit mengatakan program pengelolaan sampah KSM Ramah Lingkungan adalah salah satu cara Tarakan Field menjawab kebutuhan masyarakat akan isu lingkungan.

"Program pengelolaan sampah skala lingkungan ini dimulai tahun 2010 dan sudah mandiri pada tahun 2017", ujar Enriko.

Program pengelolaan sampah ini sangat unik dan berbeda dengan program-program serupa di tempat lain. Selain mengelola sampah dan mendorong perubahan perilaku masyarakat, sampah nyatanya dapat diolah menjadi sumber energi baru dan terbarukan.

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019