Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menginginkan ekspor untuk komoditas mutiara di Indonesia dapat dipermudah sehingga dapat meningkatkan devisa negara serta membangkitkan kembali kejayaan industri budi daya mutiara.

"Kondisi Indonesia saat ini masih membutuhkan dukungan untuk ekspor," kata Edhy Prabowo dalam acara Indonesian Pearl Festival di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, Indonesia pada masa dahulu pernah menjadi "raja" untuk pembudidayaan mutiara di dunia.

Namun pada saat ini, lanjutnya, budi daya mutiara pada saat ini masih belum berkembang dengan optimal, sehingga acara Festival Mutiara ini juga dapat membangkitkan semangat para pelaku usaha terkait mutiara.

Ia juga menginginkan Dirjen Penguatan Daya Saing KKP dapat mendata apa yang selama ini menjadi kendala serta apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya, seperti untuk menguraikan permasalahan ekspor mutiara.

Sebelumnya, Sekjen KKP Nilanto Perbowo secara resmi telah membuka Indonesian Pearl Festival (IPF) yang bertema "The Marvelous Indonesian South Sea Pearl" di Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan, Kamis (21/11).

Sebagaimana diketahui, IPF yang akan digelar pada 21-24 November 2019 ini merupakan kerja sama KKP, Asosiasi Budi daya Mutiara Indonesia (Asbumi), dan Pemerintah Provinsi Sulut. Dalam gelaran IPF 2019 ini, dihadirkan nuansa Provinsi Sulut dan Bunaken sebagai salah satu wilayah potensi budidaya mutiara.

IPF kali ini mengusung pesona mutiara laut selatan Indonesia (Indonesian South Sea Pearl) dari tiram Pinctada maxima hasil alam maupun hasil budidaya. Budidaya mutiara laut selatan ini tersebar di berbagai wilayah Indonesia di antaranya Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Sumatera Barat.

Gelaran IPF kali ini diikuti oleh 32 gerai yang terdiri dari 21 gerai pelaku usaha budidaya dan perhiasan, 1 gerai Provinsi Sulut, tiga gerai sponsor, dan tiga gerai penunjang. IPF ini diharapkan dapat menarik peritel hingga pecinta mutiara yang datang dari dalam dan luar negeri.

Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo mengatakan, mutiara merupakan salah satu komoditas unggulan dari sektor kelautan dan perikanan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa mendatang.

Nilanto menjelaskan, saat ini pasar mutiara dunia didominasi oleh empat jenis mutiara yaitu mutiara laut selatan (south sea pearl), mutiara akoya (akoya pearl), mutiara hitam (black pearl), dan mutiara air tawar (fresh water pearl). Namun dari keempat jenis itu, mutiara laut selatan dinilai unggul.

Mutiara laut selatan memiliki ukuran paling besar dibandingkan jenis mutiara lainnya yaitu antara 9-17 mm. Ia memiliki warna kilau keperakan (silver) dan keemasan (gold) sehingga sangat digemari di pasar luar negeri. Permukaan nacre memancarkan warna biru, silver, dan merah jika terkena cahaya.

Tak heran dengan segala keunggulannya tersebut, mutiara jenis ini dibandrol dengan harga yang lebih tinggi yaitu sekitar 16-18 dolar AS per gram. "Satu kalung untai bahkan bisa bernilai seharga 3000 - 6000 dolar," ujarnya.

Menurut Pearls Oyster Information Bulletin (2011), produksi mutiara laut selatan dunia mencapai 11 - 12 ton. Adapun Indonesia merupakan produsen terbesar dengan kontribusi sekitar 50 persen atau sekitar 5 - 6 ton, diikuti oleh Australia dan Filipina.

Berdasarkan data BPS (2019), nilai ekspor mutiara Indonesia pada tahun 2018 mencapai 42,27 juta dolar AS dengan negara utama tujuan ekspor Hong Kong, Australia, Jepang, dan China. Namun demikian, berdasarkan nilai perdagangan mutiara dunia, Indonesia hanya menempati urutan kelima dunia, di bawah Hong Kong, Jepang, French Polynesia/Tahiti, dan China.


Baca juga: Menteri Edhy yakin produksi mutiara RI bisa lampaui China
Baca juga: KKP gelar Festival Mutiara tingkatkan animo budi daya
Baca juga: KKP dorong masyarakat kenali perbedaan jenis mutiara

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019