Estimasi nilai ekspor yang hilang minimal sebesar 1,25 miliar dolar AS per tahun apabila tujuh kasus ini dikenakan bea masuk anti subsidi
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perdagangan menyebutkan bahwa saat ini Indonesia sedang menghadapi tujuh kasus tuduhan anti subsidi, yakni dari Amerika Serikat, Uni Eropa dan India.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan ketujuh kasus tuduhan anti subsidi tersebut, yakni dua kasus dari Amerika Serikat untuk produk biodiesel dan penggunaan turbin angin.Selanjutnya, dua kasus dari Uni Eropa untuk produk biodiesel dan hot rolled stainless steel sheet and oils. Sedangkan tiga kasus dari India untuk produk cast copper wire rods, flat stainless steel dan fiberboard.

"Estimasi nilai ekspor yang hilang minimal sebesar 1,25 miliar dolar AS per tahun apabila tujuh kasus ini dikenakan bea masuk anti subsidi," kata Indrasari pada Forum Bimbingan Teknis oleh Direktorat Pengamanan Perdagangan di Jakarta, Senin.

Indrasari menjelaskan bahwa Indonesia menempati posisi keempat sebagai negara anggota WTO yang paling sering dituduh subsidi setelah Tiongkok, India dan Korea Selatan, berdasarkan data WTO.

Baca juga: Anggota DPR minta pemerintah cermat kelola perdagangan luar negeri

Sejak terbentuknya WTO pada tahun 1995 hingga 2018, tercatat 541 kasus anti subsidi diinisiasi oleh negara-negara anggota WTO dan 24 kasus diantaranya atau sekitar 4,4 persen dilakukan kepada lndonesia.

Dari 24 tuduhan tersebut, terdapat 9 tuduhan yang diimplementasi menjadi penerapan Countervailing Measures. Kesembilan tuduhan tersebut berasal dari Amerika Serikat (6 kasus), Uni Eropa (2 kasus), dan Kanada (1 kasus).

Produk yang dikenakan bea masuk bervariasi mulai dari biodiesel, produk baja, produk kertas, dan produk tekstil. Kementerian Perdagangan bersama pemangku kepentingan berhasil menyelesaikan 15 kasus tuduhan sehingga tidak berakhir di pengenaan bea masuk anti subsidi.

Pada dasarnya WTO telah mengatur kebijakan subsidi secara detail dalam Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (SCM). Subsidi diharamkan jika melibatkan kontribusi finansial dari pemerintah atau badan pemerintah negara pengekspor, adanya keuntungan, dan diberikan secara spesifik khusus untuk industri tertentu.

Selain itu, ada hubungan kausalitas di mana produk ekspor yang telah disubsidi dari negara tersebut terbukti merugikan industri domestik dari negara pengimpor. Peraturan WTO ini diturunkan melalui PP nomor 34 tahun 2011 Pasal 1 ayat (2) mengenai Tindakan Imbalan.

"Beberapa contoh badan pemerintah yang pernah menjadi sasaran negara mitra dalam investigasi subsidinya karena dianggap "memberikan" subsidi antara lain BPDP, KS, PTPN, PLN, Bank Exim dan ASEI. Saat ini Kementerian Perdagangan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan badan pemerintah dimaksud sedang berupaya mematahkan tuduhan investigasi yang tengah berjalan tersebut," kata Indrasari.

Baca juga: Kemendag kembangkan pasar untuk dorong ekspor

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019