Purwokerto (ANTARA) - Pembatasan masa jabatan presiden tidak perlu diperdebatkan lagi karena yang berlaku sekarang telah berjalan dengan baik, kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Ahmad Sabiq.

"Pembatasan masa jabatan presiden selama dua periode adalah buah dari gerakan reformasi tahun 1998," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.

Ia mengatakan sebagai sebuah kebijakan ketatanegaraan, pembatasan masa jabatan presiden sudah dituangkan dalam amendemen pertama Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 7 yang berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan".

Menurut dia, penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode tidak memiliki urgensi karena sejauh ini sudah berlangsung dengan baik.

"Dibatasi dua periode dengan masa jabatan lima tahun setiap periodenya dimaksudkan agar terjadi regenerasi politik. Juga untuk mencegah munculnya kekuasaan otoriter," kata pengampu mata kuliah Teori Partai Politik dan Sistem Pemilu itu.

Sabiq mengatakan usulan agar dalam sebuah periode jabatan itu selama tujuh atau delapan tahun, justru akan membuat presiden menjadi kurang termotivasi karena hanya satu kali menjabat.

Selain itu, kata dia, rakyat juga tidak berkesempatan mengevaluasi kinerja presiden tersebut melalui pemilihan umum berikutnya.

Sebagaimana diwartakan ANTARA, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PPP Arsul Sani mengakui bahwa pimpinan MPR saat ini menampung semua wacana dan pemikiran dari elemen masyarakat, salah satu masukannya terkait dengan perubahan masa jabatan presiden/wakil presiden.

Masukan masyarakat tersebut, menurut dia, seperti ada yang mengusulkan lama masa jabatan presiden selama lima tahun namun dapat dipilih tiga kali.

Selain itu, kata dia, ada usulan presiden/wapres cukup satu kali masa jabatan saja namun tidak lima tahun, melainkan delapan tahun.

Sementara itu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengusulkan masa jabatan presiden/wapres diubah menjadi tujuh tahun tetapi dibatasi satu periode.

"Jika hanya satu periode, setiap presiden akan bekerja semaksimal mungkin, fokus bekerja buat rakyat dan tak memikirkan pemilu berikutnya," kata Ketua DPP PSI Tsamara Amany dalam keterangan tertulisnya.

Menurut dia, masa jabatan satu periode akan membuat presiden terlepas dari tekanan politik jangka pendek dan lebih fokus untuk melahirkan kebijakan terbaik. 

Baca juga: Politikus sebut tak perlu referendum terkait masa jabatan presiden

Baca juga: Pakar Hukum bedah diskursus masa jabatan Presiden tiga periode

Baca juga: Masa jabatan presiden, Surya Paloh: Perlu libatkan publik

Baca juga: Politikus sebut Pasal 7 UUD sebaiknya tetap dipertahankan

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019