perlu pengenalan stunting bagi calon pengantin dan ibu hamil
Jakarta (ANTARA) - Ketua Ketua Umum Penggurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih mengatakan persoalan stunting jika tidak ditangani secara serius akan menghambat kemajuan bangsa.

"Semakin banyak masyarakat yang terkena stunting, akan mempengaruhi kemajuan bangsa. Semakin banyak sumber daya manusia (SDM) yang terkena stunting, itu akan menjadi beban bangsa, bukan sebagai modal," ujar Daeng dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Daeng menjelaskan SDM seperti itu tidak memberikan banyak kemajuan bangsa karena pertumbuhannya terganggu. Cara paling mudah mengenali stunting adalah pada saat lahir, panjang bayi tidak mencapai 47 centimeter (cm). Penyebabnya karena asupan gizi yang kurang saat seorang ibu sedang hamil. Penyebab lainnya adalah pola asupan gizi yang tidak teratur. Kemudian ada penyakit yang tidak baik saat hamil, misalnya terjadi infeksi.

Baca juga: Penanganan "stunting" Papua Barat ditingkatkan pada 2020

Baca juga: Kualitas pendidik PAUD ditingkatkan untuk perangi stunting


"Tiga ini penyebab utama. Makanya perlu pengenalan stunting bagi calon pengantin dan ibu hamil," jelas dia.

Dia menegaskan hasil penelitian menunjukkan bayi yang terkena stunting menyebabkan seluruh organ tubuh, terutama otak tidak berkembang baik. Kondisi ini berpengaruh pada perkembangan kepribadian seorang anak yang terkena stunting.

"Ke depan, kami dari IDI akan semakin masif lakukan kampanye anti stunting. Kami lakukan gerakan nyata dengan turun ke masyarakat sosialisasi," jelas dia lagi.

Pimpinan KlikDokter Mia Argianti mengatakan penyuluhan kesehatan reproduksi pada remaja sangat penting dalam mencegah stunting. Anak remaja menjadi pintu masuk dan ujung tombak perubahan paradigma kesehatan. Pada masa remaja, pengetahuan tentang kesehatan penting untuk diketahui untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan.

"Salah satu pengetahuan kesehatan yang penting di usia remaja adalah kesehatan reproduksi karena dapat memicu terjadinya penyakit seksual menular, kehamilan di usia muda, dan kanker mulut rahim atau kanker serviks," kata Mia.

Mia menambahkan pihaknya senang bekerja sama dengan IDI, karena penanggulangan masalah stunting, penyakit tidak menular, dan kesehatan reproduksi remaja merupakan kunci dalam membangun SDM yang sehat.

"Pendekatan dengan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) yang baik dan tepat semakin melekat di hati masyarakat, promosi dan prevensi dalam kesehatan semakin berhasil, sehingga di masa depan, Indonesia dapat mencapai generasi sehat," harap Mia.

Sebagaimana diketahui stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Dalam jangka panjang, stunting berdampak negatif untuk kecerdasan anak dan meningkatkan risiko anak untuk terkena penyakit tidak menular. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada tahun 2017. Jumlahnya mencapai 36,4 persen. Namun, pada 2018, angkanya turun menjadi 27,67 persen. 

Baca juga: IDAI: 90 persen anak penderita diabetes perlu insulin seumur hidup

Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019