Jakarta (ANTARA) - Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan pelarangan mantan koruptor maju dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020 karena belajar dari kasus di Tulungagung dan Kudus.

"Kasus Kudus orang yang sudah mantan napi koruptor kemudian terpilih dan tertangkap lagi, apalagi yang di Tulungagung itu masih dalam penjara dan terpilih menang, dan kemudian bukan dia yang menjalankan tugas," kata Evi Novida Ginting Manik di Jakarta, Senin.

Baca juga: KPU umumkan 32 daftar nama tambahan caleg mantan napi korupsi

Baca juga: Barikade Gus Dur imbau warga tidak pilih caleg koruptor

Baca juga: Mantan pimpinan KPK: Jangan pilih parpol pengusung eks napi korupsi

Baca juga: KPU: Pengumuman napi koruptor jadi referensi tentukan pilihan


Menurut Evi, tanpa larangan yang mengatur, nantinya para pelaku korupsi dan kasus amoral lainnya bisa saja terpilih seperti yang di Tulungagung dan Kudus.

Oleh karena itu, KPU mencoba memberikan pilihan-pilihan kepada pemilih, yaitu calon yang bebas dari rekam jejak buruk, dengan cara membatasi persyaratan calon.

"Kita mencoba memberikan pilihan yang baik, bukan mereka yang melakukan pelecehan seksual anak, kemudian juga bandar narkoba dan mantan koruptor," katanya.

Harapannya sosok atas larangan tersebut yang terpilih nanti merupakan pemimpin baik, bermoral dan tidak berperilaku korup, karena di tangan mereka lah kunci pelayanan publik.

Bupati Kudus berinisial MT terjerat kasus korupsi untuk kedua kalinya, ia terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada Juli 2019 lalu atas dugaan menerima suap terkait jual-beli jabatan di Pemerintahan Kabupaten Kudus.

Ketika menjadi Bupati Kudus periode 2003-2008, dia didakwa korupsi dana bantuan sarana prasarana pendidikan Tahun Anggaran 2004 oleh kejaksaan negeri setempat.

Setelah bebas, MT kembali mencalonkan diri pada Pilkada 2018 dan dia terpilih kembali menjadi Bupati Kudus.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019