Harga minyak secara mengejutkan stabil pada Senin (25/11/2019), meskipun sensitivitas normal terhadap berita utama perdagangan.
New York (ANTARA) - Harga minyak naik pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena pernyataan positif dari Amerika Serikat dan China menyalakan kembali harapan di pasar global bahwa dua ekonomi terbesar di dunia itu dapat segera menandatangani kesepakatan sementara untuk mengakhiri perang dagang mereka.

Minyak mentah berjangka Brent mengakhiri sesi dengan kenaikan naik 26 sen atau 0,4 persen pada 63,65 dolar AS per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) bertambah 24 sen atau 0,4 persen menjadi menetap di 58,01 dolar AS per barel.

"Harga minyak secara mengejutkan stabil pada Senin (25/11/2019), meskipun sensitivitas normal terhadap berita utama perdagangan," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA.

"Momentum jelas kurang dalam reli yang lebih baru dalam minyak mentah, meskipun kenaikan yang kuat akhir pekan lalu dapat memberikan beberapa alasan untuk optimisme."

Baca juga: China serang AS sebagai sumber ketidakstabilan terbesar di dunia

Harga juga didukung oleh pasar ekuitas yang kuat, ketika S&P 500 dan indeks Nasdaq naik ke rekor tertinggi baru pada Senin (25/11/2019).

Analis di Barclays mengatakan mereka memperkirakan Brent terombang-ambing di kisaran 60 dolar AS per barel selama dua tahun ke depan.

Penasihat keamanan nasional AS Robert O'Brien pada Sabtu (23/11/2019) mengatakan bahwa perjanjian perdagangan awal dengan China masih mungkin dilakukan pada akhir tahun.

Harian China, Global Times, Senin (23/11/2019) mengutip para ahli yang dekat dengan pemerintah China, mengatakan bahwa China dan Amerika Serikat telah mencapai konsensus luas pada kesepakatan perdagangan fase pertama, meskipun beberapa perbedaan tetap ada menyangkut penghapusan tarif.

Presiden AS Donald Trump dan timpalan China Xi Jinping pada Jumat (22/11/2019) menyatakan keinginan untuk menandatangani kesepakatan perdagangan awal dan meredakan perang tarif 16 bulan yang telah menurunkan pertumbuhan global.

Namun, tetap ada kekhawatiran bahwa berbagai peristiwa di Hong Kong, yang terbelah oleh kerusuhan anti-pemerintah selama berbulan-bulan, dapat merusak kemajuan dalam pembicaraan perdagangan.

O'Brien memperingatkan pada Sabtu (23/11/2019) bahwa Washington tidak akan menutup mata terhadap apa yang terjadi di Hong Kong, di mana demonstran marah pada apa yang mereka lihat sebagai erosi kebebasan.

Baca juga: Wamendag ungkap tiga syarat percepat rampungnya GSP dengan AS

Sementara itu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan bertemu pada 5 Desember di kantor pusatnya di Wina, dilanjutkan pembicaraan dengan produsen minyak lainnya dalam kelompok OPEC +, yang dipimpin oleh Rusia.

Kelompok ini secara luas diperkirakan akan memperpanjang pengurangan pasokan hingga pertengahan 2020.

Sekelompok pejabat yang disebut Komite Teknis Bersama akan bertemu pada 4 Desember, sehari lebih lambat dari yang dijadwalkan, sumber OPEC mengatakan pada Senin (25/11/2019).

Kerusuhan di Iran dan Irak juga telah mendukung harga minyak, kata para dealer. Pasukan keamanan menembaki demonstran di Baghdad dan beberapa kota di Irak selatan pada Minggu (24/11/2019), menewaskan sedikitnya sembilan orang dan melukai puluhan lainnya.

Ribuan pendukung ulama terkemuka Iran berdemonstrasi di Teheran pada Senin (25/11/2019), menuduh Amerika Serikat dan Israel menghasut protes anti-pemerintah yang paling keras selama lebih dari satu dekade di Republik Islam itu.
Baca juga: Harga minyak naik, seiring optimisme dan harapan kesepakatan dagang

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019