Kuala Lumpur (ANTARA) - Pendirian Community Learning Centre (CLC) bagi anak-anak Migran Indonesia di Sabah dan Serawak adalah peluang emas yang diberikan oleh Pemerintah Malaysia bagi anak-anak Indonesia.

Pemerintah Malaysia masih memberi ijin kepada Pemerintah Indonesia untuk menyediakan dan memperluas akses layanan pendidikan bagi anak WNI melalui Community Learning Centre (CLC) di Sabah dan Serawak.

Keberadaan CLC bagi anak-anak WNI merupakan akses terbaik bagi mereka untuk mendapatkan persamaan hak sebagai individu dan juga sebagai warga Negara Indonesia dalam hal memperoleh pendidikan.

Berbeda dengan hukum yang berlaku di semenanjung Malaysia, pemerintah Malaysia tidak mengijinkan akses dan layanan pendidikan bagi anak-anak Indonesia seperti pendirian CLC yang sudah ada sebelumnya di Sabah dan Serawak, kecuali izin pendirian untuk Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL) di Kuala Lumpur dan Sekolah Indonesia Johor Bahru (SIJB) di Johor Bahru.

Kedua sekolah tersebut tidak dapat melayani semua anak-anak Indonesia di semenanjung Malaysia sehingga WNI yang memiliki anak dan bermukim di  semenanjung Malaysia, baik secara legal maupun Ilegal, tidak mendapatkan hak atas pendidikan seperti halnya anak-anak lainnya.

Melihat kondisi nyata anak-anak Indonesia akan kebutuhan terhadap layanan pendidikan, Atase Pendidikan dan Kebudayaan tergerak untuk mendukung pembukaan akses layanan pendidikan bagi anak WNI tersebut.

Beberapa organisasi masyarakat dan mitra yang peduli atas nasib anak bangsa, juga ingin mengambil bagian dalam upaya membantu anak WNI dalam mendapatkan akses pendidikan di wilayahnya masing-masing.

Sehingga langkah awal untuk mendukung upaya penyediaan akses pendidikan untuk anak-anak WNI tersebut dengan pelaksanaan kegiatan penjaringan data dan informasi tentang jumlah calon peserta didik, kebutuhan sarana dan prasarana, kebutuhan belajar calon peserta didik, kesiapan pendidik dan penyelenggara, dan tempat belajar.

Baca juga: Anak-anak di perbatasan lebih memilih sekolah ke Malaysia

Baca juga: Sekolah di Selangor masih tutup karena asap



PPWNI

Pada tahun 2010 telah didirikan Sekolah Indonesia di Klang Selangor yang dinamai dengan Pusat Pendidikan Warga Negara Indonesia (PPWNI) oleh seorang tokoh masyarakat Klang Selangor.

Pendiri dan pelindung PPWNI Klang tersebut merupakan kerabat Diraja Selangor, yakni Ungku Raja Kamaruddin. PPWNI diperuntukkan bagi anak-anak warga Indonesia yang tidak memiliki dokumen/izin tinggal (ilegal) sehingga mereka tidak mendapat kesempatan belajar di sekolah milik Pemerintah Malaysia.

Sejak 2010 tersebut PPWNI telah mendapat perhatian Pemerintah RI dengan mengirim guru secara berkala.

Selain itu KBRI juga membuka akses kepada para relawan pendidikan untuk ikut andil mengajar di PPWNI Klang walaupun dalam jangka waktu yang singkat.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat PPWNI Klang ini merupakan lembaga pendidikan nonformal dan oleh Pemerintah Malaysia tidak mengijinkan untuk dijadikan sebagai pendidikan resmi/formal.

Hal ini dikarenakan umumnya peserta didiknya adalah anak WNI yang tidak memiliki dokumen/illegal, sehingga pemerintah mengambil langkah untuk menjadikan PPWNI Klang untuk menginduk ke Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL), dengan kata lain bisa mengikutkan peserta didik PPWNI untuk mengikuti ujian kesetaraan Paket A, Paket B dan Paket C di SIKL.

Hal ini tentu saja dimaksudkan agar Ijazah atau sertifikat hasil menyelesaikan pendidikan di Sekolah Indonesia PPWNI Klang tidak sia-sia dan peserta didiknya bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di Indonesia.

Baca juga: Akibat asap sekolah Indonesia Kuala Lumpur libur

Baca juga: Sekolah di Port Dickson dan Putrajaya ditutup karena asap



Sanggar belajar

Kedutaan Besar Republik Indonesia dalam hal ini Atase Pendidikan, terus mengupayakan dan memperjuangkan hak anak-anak WNI untuk mendapatkan layanan pendidikan meskipun itu hanya melalui pendidikan nonformal.

Seperti yang sudah dibukanya kelas kesetaraan untuk anak WNI oleh KBRI yang dilaksanakan di aula KBRI.

Melihat jejak keberhasilan Sekolah Indonesia di Klang, KBRI dalam hal ini Atase Pendidikan ingin mengulang dan menularkan keberhasilan tersebut.

Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur pun memberi peluang dan mendorong organisasi masyarakat Indonesia yang ada di wilayah semenanjung Malaysia yang juga memiliki keinginan yang sama dalam membantu anak bangsa, untuk ikut serta membuka dan menyediakan akses layanan pendidikan bagi anak WNI yang ada di wilayahnya.

Salah satu organisasi masyarakat Indonesia yang ada di Semenanjung Malaysia yang menyatakan kesediaannya membantu menyediakan akses layanan pendidikan adalah Pimpinan Cabang Istimewa (PCI) Muslimat Nahdatul Ulama yang diketuai oleh Mimin Mintarsih.

PCI Muslimat NU mendirikan Sanggar Belajar yang disponsori oleh KBRI, berlokasi di Sungai Mulia 5, Gombak Kuala Lumpur.

Awal mula pembentukan Sanggar Belajar ini merupakan cita-cita mulia yang sudah lama dan belum terwujud dari pihak PCI Muslimat NU dan kemudian disambut baik oleh Atase Pendidikan KBRI yang juga berkeinginan untuk menyediakan akses layanan pendidikan di semenanjung Malaysia.

CIta-cita PCI Muslimat NU Malaysia dan KBRI kemudian disatukan oleh pemagang yang diutus oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Dahlia (penulis, red) bersama ke tiga orang rekan, Uswatun Hasanah, Wildan Herdiansyah, dan Azwar Sutihat adalah pegawai fungsional dengan jabatan Pamong Belajar Muda dengan salah satu tugas pokok dan fungsi mengembangkan pendidikan nonformal.

Mereka utusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk melaksanakan tugas magang di Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dan berusaha membantu mewujudkan cita-cita dan keinginan mulia dari kedua belah pihak tersebut.

Sejalan dengan salah satu tugas pokok dan fungsi dari seorang pamong belajar yakni melaksanakan pengembangan pendidikan nonformal, sehingga dalam menjalankan tugas sebagai pemagang di Atase Pendidikan KBRI berusaha membantu tugas-tugas atase pendidikan.

Sebagai pengembang Pendidikan Nonformal, mereka sangat antusias dan bersemangat menyambut keinginan Atase Pendidikan untuk membuka akses layanan pendidikan bagi anak-anak Indonesia terutama untuk membantu anak-anak Indonesia non-dokumen untuk bisa juga mendapatkan layanan pendidikan yang sama dengan anak-anak usia sekolah dan bersekolah pada umumnya.

Kegiatan awal yang dilakukan adalah mencari nomor kontak organisasi masyarakat Indonesia yang ada di Malaysia, dengan maksud untuk menjalin komunikasi dan menjaring data dan informasi mengenai keberadaan anak-anak WNI yang ada di sekitar wilayah ormas tersebut.

Kegiatan menjalin komunikasi melalui nomor kontak/telepon dilakukan kepada semua ormas Indonesia di Malaysia sesuai daftar yang diperoleh dari bagian Pensosbud KBRI Kuala Lumpur ada lebih dari 100 Ormas Indonesia di Malaysia.

Penjaringan komunikasi dan informasi yang dilakukan selama kurang lebih tiga minggu melalui telepon dan WA, akhirnya membuahkan hasil dan terjaringlah informasi tentang keberadaan ormas PCI Muslimat NU yang diketuai oleh Mimin Mintarsih yang juga memiliki cita-cita dan keinginan membantu anak-anak WNI yang tidak mendapatkan layanan pendidikan di sekitar tempat tinggal beliau dan juga sekaligus merupakan Markas PCI Muslimat NU.

Penjaringan data pun kami lakukan dengan mengunjungi tempat Ormas PCI Muslimat NU untuk berdialog secara langsung dengan pengurus PCI Muslimat NU dan menjaring data tentang keberadaan anak-anak WNI tersebut.

Berdasarkan Identifikasi awal, terjaring data dan informasi mengenai adanya sejumlah anak WNI di wilayah tempat kedudukan PCI Muslimat NU yang tidak bersekolah, dan kemudian berkembang diskusi tentang upaya membantu anak-anak WNI tak bersekolah tersebut mendapatkan akses layanan pendidikan seperti anak-anak lainnya yang mendapatkan akses untuk bersekolah.

Keinginan Atase Pendidikan tentang rencana pembukaan layanan pendidikan di wilayah semenanjung Malaysia yang kami sampaikan kepada pihak/pengurus PCI Muslimat NU disambut baik, sehingga pertemuan demi pertemuan dilaksanakan untuk merundingkan banyak hal terkait rencana pembukaan layanan pendidikan tersebut.

Mulai dari keberadaan peserta didik dalam hal ini anak-anak WNI yang membutuhkan sekolah, pencarian dan perekrutan tenaga pengajar/pendidik, pencarian dan penyiapan tempat belajar, sarana dan prasarana kegiatan pembelajaran, sampai kepada MOU bagi semua pihak yang terkait dengan pembukaan akses layanan pendidikan tersebut. ​​​​

Setelah berupaya mematangkan rencana pembukaan akses layanan pendidikan bagi anak-anak WNI di wilayah Gombak yang akan dilaksanakan oleh PCI Muslimat NU, akhirnya hari bersejarah pun tiba pada Sabtu 02 November 2019, Sanggar Belajar PCI Muslimat NU di Sungai Mulia, Gombak, secara resmi dibuka oleh Atase Pendidikan Mokhammad Farid.

Kegiatan peresmian Sanggar Belajar tersebut dihadiri oleh beberapa unsur, diantaranya Atase Pendidikan, Pengurus PCI Muslimat NU, tokoh masyarakat, guru-guru SIKL, tenaga pengajar, orang tua peserta didik, dan masyarakat setempat.

Pada awal pendirian tenaga pengajar Sanggar Belajar Sungai Mulia, Gombak,adalah mahasiswa asal Universitas Islam Antar Bangsa (UIAB) Malaysia sebanyak tiga orang dan atas dukungan Ahmad Nasikin Hasbullah yang juga adalah salah seorang tokoh masyarakat setempat, Sanggar Belajar diijinkan beroperasi di rumah beliau.

Sedangkan jumlah peserta didik berdasarkan kelasnya, usia 5-7 tahun kelas 1 SD 10 siswa, 7-8 tahun kelas 2 SD 4 siswa, 8-9 tahun kelas 3 SD 5 siswa, 9-10 tahun kelas 4 SD 3 siswa, 10-11 tahun kelas 5 SD 2 siswa, dan 11-15 tahun kelas 6 SD 5 siswa. Total 29 siswa

* Pamong Belajar di BP-PAUD dan Dikmas Sulawesi Selatan

Baca juga: 500 anak pekerja migran Indonesia bisa lanjutkan sekolah di Tanah Air

Baca juga: 50 tahun Sekolah Indonesia Kuala Lumpur bakal diperingati meriah

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019