Festival Loksado merupakan bagian dari 100 Kalender Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang kali ini memasuki tahun ke-2
Jakarta (ANTARA) - Kelihaian para joki dalam mengendalikan Lanting Paring (rakit bambu khas masyarakat Loksado) melewati jeram Sungai Amandit menjadi atraksi utama dalam gelaran Festival Loksado 2019 yang berlangsung pada 22-24 November 2019 di Kalimantan Selatan (Kalsel).

Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Hulu Sungai Selatan, M Arliyan Syahrial, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa mengatakan, dulunya Lanting Paring digunakan para leluhur sebagai media transportasi air guna membawa hasil kebun dari hulu ke hilir untuk dijual memenuhi kebutuhan mereka.

“Festival Loksado merupakan bagian dari 100 Kalender Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang kali ini memasuki tahun ke-2,” katanya.

Dalam sejarahnya, para leluhur bisa menempuh perjalanan sampai satu hari penuh dari hulu ke hilir membawa hasil kebun mereka seperti getah karet, pisang, dan lainnya. Setelah tiba di hilir, bambu-bambu rakit tersebut dijual ke pengrajin bambu. Lalu pulang ke hulu kembali dengan berjalan kaki.

"Karena Latar belakang konten budaya berpadu dengan alam itulah, akhirnya Festival Loksado diusung sebagai event tahunan dan atraksi untuk menarik wisatawan kesini,” kata M Arliyan Syahrial.

Tak hanya itu, atraksi budaya yang disajikan dalam rangkaian Festival Loksado 2019 pun terbilang unik.

“Dalam dua tahun belakangan ini selain menyiapkan sebanyak 70 lanting paring, ada beberapa atraksi pendukung. Yakni, sajian Mahumbal, Madihin, dan Kurung-kurung,” kata Arliyan.

Sajian Mahumbal adalah kuliner khas masyarakat Hulu Sungai Selatan berbahan dasar beras yang ditaruh di dalam daun pisang ditambah sayuran ataupun lauk daging yang dimasak menggunakan bambu.

Penampilan Madihin, sebuah genre puisi dari suku Banjar yang berasal dari kata madah dalam bahasa Arab yang berarti nasihat, tetapi bisa juga berarti pujian.

Sedangkan Kurung-kurung adalah salah satu jenis alat kesenian musik terbuat dari kayu panjang dan dibawahnya terbuat dari bambu dan peralatan lainnya. Musik ini bisa mengeluarkan bunyi setelah dihentakkan ke tanah, dan setiap alat musik mengeluarkan bunyi berbeda satu sama lain.

Tenaga Ahli Menteri Bidang Management Calendar of Event (COE) dan Ketua Tim COE, Esthy Reko Astuti, menyambut baik terselenggaranya Festival Loksado 2019. Dengan keunikan budaya dan alam yang dimiliki, menjadikan Festival Loksado memiliki daya tarik tinggi bagi wisatawan.

“Pasar yang cocok untuk konten event seperti ini adalah Eropa. Untuk itu, Kemenparekraf juga turut mengundang tiga media dari Rusia, Jerman, dan Belanda untuk mempromosikan Festival Loksado 2019,” kata Esthy.

Esthy menambahkan, karena basisnya adalah alam, maka selama pelaksanaan segala pendukung event tersebut diharapkan menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan, desain stand yang unik menggunakan bahan dari alam, sampai menghilangkan penggunaan plastik

“Potensi sport tourism di event Festival Loksado sangat kuat, tinggal bagaimana menawarkan dan mengemasnya. Di tahun depan, mungkin berinovasi lagi merangkul kerja sama dengan berbagai pihak profesional, seperti Federasi Arum Jeram Indonesia (FAJI). Dengan cara mengemas konten tradisional rafting bambu dengan olahraga rafting profesional, akan lebih disukai pasar mancanegara,” ujar Esthy Reko Astuti.

Baca juga: Kalsel gelar 32 agenda pariwisata pada 2020
Baca juga: Kalsel alihkan sumber pendapatan daerah dari tambang ke pariwisata

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019